Kisah Satriya Menjadi Tentara Rusia Berujung Dicabut Status WNI

Jakarta, PBSN – Masih ingat tagar #kaburajadulu? Tagar ini sempat trending topic. Banyak dilakukan WNI secara diam-diam kabur walau nyawa taruhannya. Ternyata, tentara kita juga ada seperti itu. Kabur diam-diam lalu menjadi tentara negara lain. Kisah ini sangat menarik, siapkan kopi liberika, jadikan narasi ini untuk menghangatkan hari libur.

Namanya Satriya Arta Kumbara. Ia bukan selebgram, bukan komika, bukan pula alumni MasterChef. Ia adalah mantan prajurit TNI AL yang kini rebranding sebagai prajurit Rusia. Ya, maneh tidak salah baca. Dari Sersan Dua menjadi Sersan Dunia. Dari pasukan elit Marinir Indonesia menjadi influencer geopolitik dalam perang Rusia-Ukraina.

Berawal dari sebuah unggahan selfie, ya, selfie yang viral di media sosial, tampak seorang pria gagah dalam seragam militer Rusia. Ia seperti habis photoshoot untuk katalog senjata api musim dingin. Netizen jeli langsung mengenal wajahnya. “Lho, ini kan si Satriya?” Beberapa netizen lain lebih jujur, “Siapa, ya?” Namun semuanya bersatu dalam satu reaksi nasional, bingung campur kagum dengan taburan kekhawatiran ideologis.

Fakta berbicara. Satriya adalah anggota Korps Marinir TNI AL, pangkat terakhir, Serda. Jangan bayangkan dia pensiun terhormat. Bukan. Ia dipecat lewat jalur sinetron militer, desersi. Artinya, dia hilang, tenggelam, mangkir sejak 13 Juni 2022 tanpa kabar, tanpa surat cuti, bahkan tanpa alasan klise seperti “nenek saya sakit.” Ia lenyap begitu saja, mungkin seperti dirinya lenyap dari grup WA kesatuan.

Proses hukumnya? Dramatis seperti babak terakhir opera sabun. Pengadilan Militer II-08 Jakarta menjatuhkan hukuman pidana 1 tahun dan pemecatan, lewat sidang in absentia (karena beliau lagi sibuk mungkin di Bakhmut atau ikut ngevlog dengan pasukan Wagner). Keputusan ini dikukuhkan lewat Putusan Nomor 56-K/PM.II-08/AL/IV/2023 dan disahkan 17 April 2023. Satriya resmi dilabeli, mantan. Bukan mantan pacar, tapi mantan aparat.

Sebagai plot twist layaknya film thriller politik kelas menengah ke atas, Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, mengumumkan, status WNI Satriya otomatis hilang! Kenapa? Karena menurut Pasal 23 huruf d dan e, serta Pasal 31 ayat (1) huruf c dan d PP No. 2 Tahun 2007, menjadi tentara negara asing tanpa izin presiden itu sama dengan uninstall kewarganegaraan. Tanpa loading. Tanpa “are you sure?” Langsung hilang dari database negara. Satriya resmi menjadi manusia tanpa KTP.

Pemerintah Indonesia lalu melakukan apa yang dilakukan negara saat warganya kabur, menghubungi Kedubes Rusia. Bukan untuk menjemput, tentu. Tapi untuk ngasih tahu bahwa, “Eh itu Satriya bukan punya kita lagi, ya.” Kurir diplomatik, delivered by Kemlu.

Tapi ini belum puncaknya. Pada Maret 2024, Kedubes Rusia merilis daftar 10 tentara bayaran dari Indonesia yang ikut perang di Ukraina. Empat di antaranya gugur. Apakah Satriya termasuk? Tidak jelas. Tapi yang pasti, namanya sudah tercatat dalam daftar panjang warga Nusantara yang berpindah dari prajurit ke proyek freelance bersenjata.

TNI tentu membantah. Dengan penuh diplomasi, Panglima TNI Agus Subiyanto menyatakan, itu bukan anggota aktif. Mungkin bekas tentara yang ikut militer asing dulu. Mungkin mereka salah rute saat naik ojek daring. Mungkin ini semua bagian dari simulasi.

Lalu, bagaimana kita memaknai kisah ini?

Dalam filsafat eksistensial, Jean-Paul Sartre pernah berkata bahwa manusia bebas memilih jati dirinya. Satriya tampaknya mengambil itu terlalu harfiah. Ia tak mau jadi angka di spreadsheet markas TNI. Ia memilih menjadi bagian dari sejarah global, meskipun lewat pintu belakang.

Ia adalah Simbol. Simbol dari kelelahan identitas. Simbol dari seorang anak bangsa yang lebih memilih bertempur demi negara lain dari pada ikut apel pagi. Ia bukan sekadar desersi. Ia adalah kritik tajam terhadap sistem. Lewat diamnya, lewat pelariannya, lewat selfie-nya.

Entah di mana Satriya sekarang. Mungkin ia sedang berjaga di parit timur Ukraina. Mungkin sedang mengetik caption Instagram dengan tagar #FromJavaToDonetsk. Tapi satu hal pasti, ia telah melewati batas yang tak semua orang berani lewati.

Rosadi Jamani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *