MEMBANTAH PENDAPAT YUSRIL SOAL HAK ANGKET TAK DAPAT MENYELESAIKAN KECURANGAN PEMILU DAN MENIMBULKAN KEKACAUAN

Opini1255 Views

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat

“Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya, tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi,”
[Yusril Ihza Mahendra, 22/2]

Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sekaligus pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini dalam ketidakpastian. Menurutnya, Hak angket akan menimbulkan kekacauan dan tidak akan menyelesaikan kecurangan Pemilu.

Yusril, bahkan berasumsi hak angket ini dilakukan oleh pihak yang kalah. Menurutnya, mekanisme untuk menyelesaikan sengketa hasil Pemilu sesuai konstitusi adalah melalui lembagai Mahkamah Konstitusi (MK).

Membantah pernyataan Yusril Ihza Mahendra, Penulis ingin menyampaikan pandangan sebagai berikut:

Pertama, objek yang menjadi bahasan hak angket adalan dugaan kecurangan Pemilu, bukan sengketa hasil Pemilu (PHPU) atau penetapan penghitungan suara oleh KPU yang menjadi kewenangan MK. Hingga hari ini, belum ada penetapan hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menurut jadwal, KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara pasangan calon, perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR, dan perolehan suara untuk calon anggota DPD, paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara. Itu artinya, Penetapan Hasil Suara Pemilu akan diumumkan KPU paling lambat 19 Maret 2024 pasca pemungutan suara 14 Februari 2024 lalu.

Karena itu, tak relevan Yusril menyebut hak angket diajukan oleh pihak yang kalah dan terkait objek yang menjadi kewenangan MK. Sampai diumumkan keputusan KPU tentang penetapan hasil suara Pemilu 2024, maka secara hukum belum ada pihak yang kalah atau yang menang dalam Pemilu maupun Pilpres 2024.

Adapun hasil penghitungan cepat (quick count) sejumlah lembaga (Kompas, LSI, Politracking, Indobarometer, dll) tak mengikat secara hukum. Lembaga tersebut bukan lembaga yang ditunjuk konstitusi untuk mengumumkan hasil Pemilu, hasil penghitungannya juga bukan hasil rekap dari keseluruhan TPS di seluruh Indonesia.

Jadi, argumentasi Yusril soal pihak yang kalah dalam Pemilu sebaiknya menggugat ke MK, adalah argumentasi yang tidak bernilai, karena disampaikan terlalu prematur. Dalam konteks hukum, pendapat yang demikian cukuplah untuk dikesampingkan.

Kedua, tuduhan pengguliran hak angket akan berujung kekacauan (chaos) adalah tuduhan yang tidak berdasar. Konstitusi memberikan kewenangan kepada DPR untuk menggunakan hak angket adalan dalam rangka untuk menjalankan tugas checks and balances.

Tuduhan hak angket akan menyebabkan kekacauan, sama saja tuduhan pada konstitusi yang kacau karena telah memberikan hak angket kepada DPR.

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak ini, diatur dalam Pasal 79 ayat (3) UUD 1945.

Ketiga, hak angket digulirkan sehubungan dengan upaya untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan Pemilu berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dan peraturan turunannya, yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena adanya dugaan kecurangan Pemilu, baik melalui modus operandi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum dan etika, serta praktik money politik dalam Pemilu tahun 2024, yang dilaksanakan secara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Materi muatan hak angket bukan hasil Pemilu, bukan kewenangan MK yang bertugas sebagai ‘Mahkamah Kalkulator’. Kewenangan ini dilaksanakan oleh DPR agar ada jaminan Pemilu yang Jurdil. Kalau tidak, maka hasil Pemilu 2024 tidak bernilai karena tidak legitimate.

Keempat, secara subjektif Yusril tak hanya berpendapat sebagai ahli hukum tata negara, akan tetapi juga sebagai timses Prabowo Gibran. Karena itu, seruan Yusril untuk membawa kecurangan Pemilu ke MK memiliki sentimen atau motivasi subjektif, agar Timses Prabowo Gibran dapat memenangkan sengketa di MK.

Sebagaimana diketahui, MK lebih kental sebagai lembaga hitung kalkulator dalam mengadili sengketa. Bukan lembaga yang memastikan hasil Pemilu memiliki nilai jujur dan adil, terbebas dari kecurangan. Membawa perkara ke MK, sama saja mengubur harapan akan cita mendapatkan keadilan.

Karena itu, penulis menghimbau agar PDIP, PPP, NasDem, PKS dan PKB segera menggulirkan hak angket sebelum ada pengumuman keputusan hasil Pemilu dari KPU. Sebab, jika hak angket digulirkan pasca pengumuman hasil Pemilu oleh KPU, tuduhan Yusril hak angket hanya untuk bikin kacau menjadi dapat dibenarkan.

#pdip
#nasdem
#pkb
#ppp
#pks
#kpu
#yusril
#pemilu
#hakangket
#tatanegara
#dpr
#mk
#kecurangan
#quickcount

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *