Penjara Rasa Pabrik

Pontianak, PBSN – Dulu menjadi negara paling berbahaya di dunia. Bayangkan 90 persen warganya dikuasai gengster mafia. Sekarang, menjadi negara paling aman. Itulah El Salvador. Sambil seruput kopi di teras rumah, yok kita bahas lagi kisah petualangan Joe Hattab, youtuber favorit saya ni, wak!

Dulu, El Salvador itu lebih mirip film action. Jalanan bukan tempat lalu lintas, tapi medan perang. Gengster bukan sekadar kriminal, tapi institusi. Polisi? Cuma figuran. Rakyat? Ya, mereka cuma NPC yang berharap pagi ini masih bisa melihat matahari.

Tapi lalu datang seorang presiden bernama Nayib Bukele. Ia tidak datang membawa pidato manis atau janji palsu. Ia datang dengan tangan besi, otak dingin, dan tekad seganas singa lapar. Dalam waktu singkat, negara ini dibalik dari zona perang jadi surga wisata.

Sebelumnya dalam VT saya telah menarasikan Joe Hattab masuk ke CECOT (baca Sekot), penjara terbesar di Amerika Latin. Tapi jangan bayangkan ini seperti hotel mewah dengan kasur empuk dan makanan bergizi.

Di sini, napi bukan manusia, tapi aset beku. Ribuan orang berseragam putih, kepala plontos, kulit penuh tato, berdiri diam seperti pasukan zombie yang kehilangan harapan. Tidak ada tempat tidur empuk. Tidak ada hiburan. Bahkan jam dinding pun diharamkan. Mereka dikurung tanpa tahu kapan akan keluar.

Dulu mereka berkuasa. Sekarang mereka berbaris, diam, tunduk, tanpa suara.

Bukele tidak sekadar menangkap mereka. Ia menghapus eksistensi mereka dari kehidupan normal. Tidak ada geng di luar. Tidak ada kontak dengan dunia luar. Tidak ada harapan kabur.

Di sini, penyesalan itu bukan pilihan. Itu keharusan.

Tapi tunggu, ada penjara lain yang beda! Maaf, nambah kopi dulu, wak! Soalnya, makin seru.

Setelah puas melihat penjara rasa neraka, Joe yang warga negara Arab Saudi ini dibawa ke penjara lain. Tapi ini beda. Lebih mirip kota, bukan penjara. Tempatnya luas. Bersih. Terorganisir.

Yang lebih mengejutkan? Ada pabrik di dalamnya!

Lupakan gambaran napi yang bengong di balik jeruji. Di sini, mereka bekerja! Ada pabrik furniture, elektronik, makanan, garmen, peternakan, bahkan perkebunan! “Ini penjara atau kota sih,” kata Joe takjub.

Bahkan, napi lebih sibuk dari karyawan kantoran. Tidak ada rebahan. Tidak ada mager. Hidup mereka adalah siklus kerja—makan—kerja lagi.

Semua kebutuhan mereka? Dibuat sendiri! Makan? Masak sendiri. Baju? Jahit sendiri. Meja? Buat sendiri. Siklus kehidupan berputar dalam penjara yang sangat luas itu. Kebutuhan sandang, pangan, papan dihasilkan secara mandiri untuk napi sendiri.

Yang paling unik? Mereka bisa membeli kebebasan!
Bukan dengan uang, tapi dengan keringat. Setiap satu hari kerja keras, hukuman berkurang satu hari. Kalau biasanya napi berdoa agar waktu cepat berlalu, di sini mereka berharap dapat shift lembur! Dengan bonus ini membuat napi sibuk bekerja, tak ada main remi boks apalagi catur.

Penjara ini bukan tempat pembuangan. Ini pabrik produktivitas. Di luar sana, orang takut kerja berat. Di sini? Kerja keras adalah mata uang paling berharga! Selain bekerja, secara tak langsung mereka dibekali skill. Saya terkejut seorang Tiktoker juga ada di dalam. Ia terjerat narkoba. Di penjara, Tiktoker ini disalurkan bakatnya. Bersama para napi pecinta seni, mereka membuat grup band untuk menghibur tahanan lain.

Selesai dari penjara-pabrik, Joe diajak ke sebuah kampung yang dulunya sarang geng. Sekarang? Bebas, aman, damai.

Dulu, 90% El Salvador dikuasai geng. Sekarang? Geng tinggal sejarah. Dulu, warga hanya punya dua pilihan, bergabung atau mati. Sekarang? Mereka punya kebebasan untuk hidup normal.

Bahkan anak-anak yang dulu tak bisa main di luar, sekarang bisa berlari-lari tanpa takut diculik. Warung-warung kembali buka. Kehidupan kembali berjalan. El Salvador yang dulu seperti Gotham City tanpa Batman, sekarang berubah menjadi negara yang layak dihuni.

Lalu sang Menteri Pertahanan berbicara, “Kalau mau perubahan, kita harus berubah.”

Nayib Bukele membuktikan bahwa perubahan bukan sekadar mimpi, tapi kenyataan! Hasilnya?
Dari negara paling berbahaya di dunia, kini El Salvador menjadi negara paling aman di Amerika Latin. Dalam dua tahun saja! Cepat? Gila! Efektif? Jelas!
Bikin iri negara lain? Tentu saja! Kalau di negara sebelah, janji doang buat perubahan. Begitu diberikan kekuasaan, ya omon-omon menggelegar. Macam meriam karbit di Pontianak. Bunyinya nyaring, tapi nyamuk pun tak mati. Itu negeri di sebelah, bukan di sini. Negeri sebelah dikuasai Ormas rasa preman saja dipelihara dengan saksama. Itu kalau di El Salvador udah diciduk satu per satu.

Satu hal yang pasti. Di tangan pemimpin yang benar, bahkan neraka pun bisa diubah jadi surga. Agak berlebihan ya wak!

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *