Pontianak, PBSN – Mari kita mulai dengan pertanyaan sakral penuh ambiguitas, “Benarkah peradaban manusia bisa berubah?” Jawabannya, jelas bisa. Asal yang mengubahnya bukan nuan yang takut salah ketik di kolom komentar.
Sejarah tidak pernah berubah karena orang-orang yang rapi CV-nya, lurus jalan hidupnya, dan tidak pernah keluar dari garis kotak saat mewarnai buku TK.
Sejarah diguncang oleh mereka yang dulu disebut gila, sesat, radikal, pembohong, provokator, terlalu keras, terlalu aneh, bahkan kurang ajar kepada sistem mapan.
Mari kita lirik daftar alumni “orang yang dulu dicaci, kini dimuliakan”:
Yesus, dulu dibilang tukang sihir. Sekarang? Lambangnya dipasang di setiap gereja megah.
Galileo, dipaksa tobat karena bilang bumi muter. Hari ini? Semua planet muter, kecuali hati mantan.
Muhammad SAW, dianggap pengacau Mekkah, padahal beliau sedang membersihkan debu-debu jahiliyah.
Buya Hamka, dijebloskan ke penjara karena tulisannya terlalu tajam, sekarang, tafsirnya jadi pelita hati.
Elon Musk, dulu dikira bocah kaya yang main roket karena bosan hidup. Sekarang? Investor waras dan gila rebutan proyeknya.
Jangan lupa…KH. Hasyim Asy’ari, ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama, pernah dipenjara Jepang karena menolak tunduk pada militerisme Shinto. Beliau berdiri tegas membela martabat bangsa dan agama, tapi apa balasannya? Borgol. Baru setelah Jepang hengkang, semua orang berlomba mencetak wajah beliau di poster Hari Pahlawan. Sungguh indahnya ironi sejarah.
Banyak ulama klasik dikatakan sesat, provokator, dipenjara oleh rezim, namun karyanya menjadi pelita hidup umat saat ini. Begitu juga kaum ilmuwan, tak sedikit dikatakan gila, keluarga berantakan, dikucilkan, hari ini karyanya menjadi rujukan para ilmuwan lainnya.
Pramudya Anantatur, sebagian hidupnya habis di penjara. Di penjara ia habiskan dengan menulis. Hari ini, karyanya melanglang buana ke berbagai negara.
Nikola Tesla adalah seorang ilmuwan dan penemu brilian. Ia dikenal karena kontribusinya dalam pengembangan sistem kelistrikan arus bolak-balik (AC), yang menjadi dasar bagi listrik modern. Meskipun memiliki banyak paten dan penemuan, Tesla mengalami kesulitan finansial di akhir hidupnya.
Gus Dur saat membesarkan NU, seperti melawan arus Orde Baru. Siapa sangka, ia yang dibenci rezim, justru jadi presiden.
Ernesto “Che” Guevara, orang paling dibenci rezim kapitalis. Ia diburu, dikejar, ditarget, dll. Hari ini, ialah tokoh yang jadi inspirasi bagi pejuang yang ingin merdeka, menumpas ketidakadilan.
Lihat pola ini:
Dulu kau dikata sesat, sekarang jadi judul buku.
Dulu kau dituduh makar, sekarang jadi nama jalan.
Dulu dicibir, “Siapa dia?” sekarang dipajang di ruang tamu pejabat.
Karena peradaban tidak dibentuk oleh konsensus mayoritas. Ia dibentuk oleh minoritas keras kepala yang ogah diam saat semua orang memilih aman. Mereka yang memecah tradisi bukan karena benci, tapi karena peduli. Mereka tidak cocok hidup nyaman dalam dunia yang keliru.
Sayangnya, mereka hampir selalu harus bayar mahal di awal. Dipenjara, difitnah, dibungkam, atau minimal dianggap “tidak tahu diri” oleh grup WhatsApp keluarga.
Benarkah peradaban bisa berubah? Iya. Tapi bukan oleh mereka yang takut statusnya discreenshot. Perubahan tidak datang dari pertemuan resmi dengan kopi sachet dan daftar hadir. Perubahan datang dari mereka yang cukup gila untuk tidak menyerah, dan cukup sabar untuk tahu, penghargaan datang belakangan, kadang setelah wafat.
Jika hari ini ikam dianggap sesat, sok tahu, atau terlalu beda, senyumlah.nMungkin you bukan gila. Mungkin ente hanya terlalu awal untuk dimengerti. Kalau pun gagal… ya setidaknya bisa jadi konten viral dulu.
So, jangan takut dikatakan “gila.” Karena, peradaban banyak diubah oleh mereka yang suka tantangan, tak peduli harus melawan opini publik. Ia konsisten dengan apa yang diperjuangkannya. Sekarang mungkin dicaci maki, suatu saat orang akan merindukan caciannya itu dengan menelusuri jejak digitalnya, tulisannya, dan videonya.
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar