Pontianak, PBSN – Donald Trump tampaknya sedang menjalani misi pribadi untuk mengoleksi musuh sebanyak mungkin. Ya, seperti anak-anak mengoleksi stiker hologram Dragon Ball di era 90-an. Bedanya, yang Trump kumpulkan bukan stiker, tapi negara-negara yang mendadak merasa tersinggung, tercekik, atau tiba-tiba ingin menjauh pelan-pelan sambil bilang, “Kita temenan aja, ya.”
Tetangganya sendiri, Meksiko dan Kanada, tak luput dari drama ini. Kanada, negeri penuh sopan santun, maple syrup, dan perasaan tertekan karena selalu dibandingkan dengan Amerika, akhirnya memutuskan, cukup sudah. Setelah Trump mengenakan tarif pada produk-produk Kanada, negara ini tidak tinggal diam. Dengan penuh semangat khas orang yang baru habis minum Tim Hortons triple-double, Perdana Menteri Mark Carney langsung menembakkan tarif balasan. Barang-barang Amerika senilai miliaran dolar langsung dikenai beban 25%. “Rase lah!” kata budak Pontianak. Ini sebagai bentuk balas dendam ekonomi yang setara dengan unfollow di Instagram tapi versi level negara.
Tidak hanya itu, wak! Kanada juga membentuk semacam pasukan elit bernama Dana Respons Strategis. Terdengar seperti nama grup Avengers tapi khusus urusan dagang. Tujuannya? Melindungi industri otomotif. Kanada ingin menunjukkan kepada Trump, mereka juga bisa main keras. Walau dengan nada bicara yang tetap terdengar sopan. Jadi ingat ungkapan orang Betawi, “Ente jual, ane beli!”
Sementara itu, di sisi selatan, Meksiko mengambil pendekatan yang jauh lebih kalem. Begitu kalemnya sampai banyak yang curiga ini sebenarnya strategi ninja ekonomi. Presiden Claudia Sheinbaum tampak seperti sedang memainkan catur tiga langkah ke depan. Bukan sekadar bereaksi emosional. Alih-alih mengirim tarif balasan atau mengumumkan perang dagang, dia memilih diplomasi dan negosiasi. Bahkan sempat menyebut Trump sebagai pemimpin yang telah memperlakukan Meksiko dengan baik. Ini pernyataan yang begitu manis, sampai-sampai membuat publik Meksiko merasa seperti baru saja menonton drama telenovela dengan ending menggantung, “Apakah Claudia benar-benar mencintai Donald, atau ini cuma akting?”
Negara yang pernah saya kunjungi tahun 2017 ini juga meluncurkan Plan Mexico. Ini sebuah program ambisius untuk memperkuat industri dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada barang-barang impor dari AS. Sekilas terdengar seperti niat baik. Tapi, beberapa pihak yakin ini bagian dari strategi besar Meksiko untuk diam-diam membangun perekonomian tangguh, lalu suatu hari nanti berkata, “Surprise, Trump! Kami sudah tidak butuhmu lagi. Simpan saja avokadmu!”
Dalam komentar publiknya, Sheinbaum memuji hubungan baik dengan AS. Sementara Carney, seperti pahlawan revolusi ekonomi yang baru turun gunung, menegaskan bahwa era dominasi AS sudah tamat. Sebuah pernyataan yang, jujur saja, lebih dramatis dari film-film Marvel phase 4.
Apakah pendekatan Meksiko yang tenang dan penuh senyum lebih bijak dari aksi Kanada yang gemetar tapi berani? Itu tergantung dari perspektif. Jika ente tipe yang percaya pada dialog dan harapan palsu, Meksiko bisa jadi role model. Tapi kalau ente lebih suka membalas perlakuan dengan tarif setara dan petasan diplomatik, Kanada adalah pahlawanmu.
Namun, satu hal yang pasti, dalam dunia ini, logika perdagangan internasional semakin menyerupai teori konspirasi. Jika kita percaya semua ini hanyalah kebetulan, mungkin juga percaya bahwa burung merpati di kota besar bukanlah drone pemerintah yang sedang mengawasi siapa yang membeli produk China di Amazon.
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar