MENYONGSONG AKHIR JOKOWI BURUK, PETISI 100: TANGKAP DAN ADILI !

News1107 Views

Jakarta – Menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo yang tidak sampai dua bulan lagi, kelompok aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 menilai bahwa Jokowi bukannya melakukan pembenahan untuk mengakhiri masa jabatan dengan baik.

Bahkan sebaliknya, menurut petisi 100 Jokowi malah semakin bernafsu mewariskan kekuasaan kepada keluarga dan mempertahankan kepentingan oligarki.

“Sehingga tak henti membuat kebijakan sarat kegaduhan atau huru-hara politik,” ujar bunyi pernyataan petisi 100, Senin (19/8/24).

Huru-hara itu antara lain disebutkan ; merekayasa Gibran dan Kaesang menjadi Wapres dan calon Kepala Daerah, memaksakan perpindahan IKN termasuk peringatan HUT RI ke-79 di IKN, merekayasa proyek-proyek swasta mendapat predikat PSN, seperti PIK-2 dan BSD, menyandera PDIP dan Nasdem, mengobrak-abrik Partai Golkar, serta mengancam partai dan tokoh politik lainnya, guna memuluskan agenda politik oligarki nepotis.

Selain itu disebutkan bahwa dugaan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah menjadi-jadi, sehingga terkesan menjadi “peliharaan” rezim Jokowi.

“Ratusan bahkan mungkin ribuan triliun Rupiah uang negara diduga dirampok tanpa rasa berdosa. Kejaksaan Agung dan KPK tampaknya tumpul menyeret orang-orang dekat Jokowi yang terlibat dalam tindak KKN uang rakyat ini ke meja hijau,” tambah pernyataan itu.

Petisi 100 juga menilai bahwa di samping tumpul terhadap kroni Jokowi, Kejaksaan Agung dan KPK juga menjalankan agenda politik penyanderaan terhadap partai-partai, pejabat-pejabat negara “terpilah dan terpilih” dalam rangka menjalankan agenda politik dan dominasi kekuasaan otoritatif Jokowi.

Selanjutnya disebutkan akhir masa jabatan Jokowi meninggalkan hutang lebih dari Rp 8.800 triliun. Dibandingkan akhir masa jabatan SBY yang hanya Rp 2.608 triliun, maka warisan ini menjadi beban berat dan penindasan terhadap rakyat dan bangsa Indonesia di masa depan.

“Ketidakbecusan dan kegagalan mengelola ekonomi harus mendapatkan sanksi yang setimpal,” tegas petisi 100.

Lebih jauh disebutkan bahwa partai politik yang telah dijinakkan dan dikuasai dengan “sistem sandera nirmoral” sudah tidak berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat. Mereka semata telah menjadi pendukung kepentingan pemerintah. Sistem Pemilu proporsional telah menghasilkan anggota legislatif yang tidak kritis dan berkualitas, dan hanya memperkuat oligarki kekuasaan nepotis.

Ditambahkan bahwa Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2024 lebih pada kegiatan rutin dan seremonial belaka, tak bernilai dan tidak menampilkan “pertanggungjawaban” kerja, serta sarat pelanggaran konstitusi, UU dan peraturan yang berlaku.

“Sudah sepatutnya rakyat menilai pemerintahan Jokowi sangat bobrok dan sewenang-wenang, yang hanya melayani kelompok oligarkh, serta jauh dari menyejahterakan kehidupan rakyat,” jelas petisi 100.

Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka Petisi-100 menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama, Jokowi dan rezimnya telah gagal menunaikan amanat untuk memimpin negara dengan benar, jujur, professional, dan bertanggungjawab, sekaliguas telah melanggar prinsip-prinsip moral Pancasila. Daya rusak Jokowi atas bangsa dan rakyat Indonesia sangat luar biasa. Atas kegagalan ini Jokowi harus secepatnya diberhentikan.

Kedua, segera proses dan adili Jokowi ke hadapan hukum atas dugaan perbuatan melawan hukum dan dugaan KKN yang dilakukan sendiri maupun bersama-sama. Jokowi melanggar sumpah jabatan, menginjak-injak konstitusi, dan mengangkangi sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan, serta berkhianat dengan menempatkan negara dalam cengkeraman konglomerat penghisap dan negara asing khususnya Republik Rakyat China.

Ketiga, mengubah sistem Pemilu menjadi Sistem Distrik, sehingga terjadi penyederhanaan sistem kepartaian secara alamiah, menghasilkan anggota legislatif dan pemimpin yang kritis dan berkualitas, serta dapat lebih memfungsikan partai politik sebagai penyalur aspirasi dan kepentingan rakyat.

Keempat, mendesak TNI dan Polri lebih memihak rakyat dibanding cenderung memihak kepentingan penguasa dan/atau konglomerat. TNI dan Polri dituntut melindungi dan berjuang bersama masyarakat melawan kezaliman rezim oligarki nepotis.

Kelima, menggugah dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk peduli dan bergerak bersama memperbaiki bangsa dan negara menuju kehidupan politik yang lebih demokratis, bermoral dan bertanggungjawab. Gerakan kekuatan rakyat semesta atau people power menjadi suatu keniscayaan.

(Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *