Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Penasehat Hukum SK Budihardjo & Nurlela
Pada saat jeda sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa kemarin (14/3), penulis sempat berdiskusi dengan Bu Nurlela, istri dari Bapak SK Budihardjo, yang keduanya didakwa dengan tuduhan kasus pemalsuan dokumen dan memberikan keterangan palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHP dan 266 KUHP.
Kami berdiskusi soal asal usul, keluarga, dan hal-hal terkait pengalaman menjalani kasus. Pada sidang sebelumnya, penulis sempat berseloroh kepada Bu Lela, dengan ungkapan ‘Swargo Nunut, Neroko Katut’.
Ya, ungkapan itu untuk menggambarkan nasib sang istri yang akhirnya ikut jadi pesakitan mendampingi suami, menjadi tahanan di Rutan Pondok Bambu, karena tuduhan pemalsuan dan penggelapan.
Lalu, lanjut ke soal kasus yang dialaminya. Dalam bacaan penulis, tidak terlihat sedikitpun aura kesedihan atau ketakutan nampak di wajah pasutri ini. Sepanjang jalannya persidangan, baik Pak Budi maupun Bu Lela, terlihat enjoy. Padahal, keduanya sama-sama ditahan (baca: dipenjara).
Namun akhirnya, pada saat menjelang penutupan persidangan, majelis hakim terlihat saling berdiskusi lirih membincangkan sesuatu. Terlihat, ketua Majelis sidang memegang dokumen yang telah siap untuk dibacakan.
Dalam batin, penulis menduga dokumen itu adalah surat penetapan penangguhan penahanan, atas permohonan penangguhan yang sebelumnya telah disampaikan oleh tim penasehat hukum. Penulis sempat berbisik lirih pada Tim PH lainnya, yang juga memiliki dugaan yang sama.
Benar saja, ternyata dokumen itu adalah dokumen penetapan penangguhan penahanan. Ketua Majelis membacakan secara lengkap dasar pertimbangan penetapan penangguhan, hingga penetapan penangguhan penahanan terhadap Pak Budi.
Selesai pembacaan penetapan penangguhan untuk Pak Budi, Ketua Majelis Hakim melanjutkan pembacaan penangguhan penahanan untuk Bu Lela, lalu mengumumkan sidang lanjutan pada Selasa depan (21/3). Sejumlah tim PH dan pengunjung sidang yang hadir ikut lega dan mengungkapkan rasa syukur.
Alhamdulillah, akhirnya ada setitik keadilan hukum di negeri ini. Penangguhan ini, semoga menjadi indikator kelak Pak Budi dan Bu Lela divonis bebas. Karena keduanya bukan penjahat, keduanya adalah pembeli beritikad baik dan bahkan menjadi korban mafia tanah.
Penulis merasa lega, gembira dan turut berbahagia atas penetapan tersebut. Rasa syukur kepada Allah SWT harus menjadi ungkapan paling awal, karena penangguhan ini tidak mungkin terjadi tanpa izin dan ridlo Allah SWT.
Dalam kasus ini, Pak Budi adalah pembeli atas objek tanah seluas 10.259 M2. Kemudian tanah tersebut diuruq dan dipagar keliling, dijadikan gudang pangkalan kontainer.
Sekonyong-konyong, pada tanggal 21April 2010 datanglah entitas korporasi bisnis property (pengembang) yang merampas tanah Pak Budi, melakukan pemukulan terhadap Pak Budi, lima Kontainer diatas tanah tersebut hilang.
Peristiwa tersebut dilaporkan ke Polda Metro Djata dengan 3 Laporan Polusi: Pemukulan, Pencurian 5 Kontener dan Perampasan Tanah 10.259m.
3 Laporan Polisi tersebut tidak jalan. Selanjutnya, berdasarkan bukti-bukti baru tahun 2016 Pak Budi melaporkan kembali perampasan tanah seluas 10.259 M2, namun ditarik ke Bareskrim Mabes Polri dan malah di SP3 untuk masalah tanah dan pencurian lima kontainer oleh Andi Riyan.
Alih-alih mendapatkan keadilan, laporannya ditindaklanjuti polisi, upaya laporan Pak Budi tahun 2016 tersebut malah dijadikan dasar oleh PT. SSA untuk melaporkan balik Pak Budi, dengan tuduhan dokumen kepemilikan sebagai alas hak kepemilikan atas tanah seluas 10.259 M2 adalah palsu atau memberikan keterangan palsu. Dan akhirnya, kasus tersebut bergulir hingga saat ini di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Apapun yang terjadi, semua musibah dan firnah yang dialami oleh Pak Budi dan Bu Lela tidak lepas dari kehendak Allah SWT. Karenanya, harus ada sikap batin yang sabar dan ikhlas. Semoga, semua pihak yang terlibat berbuat zalim, menjadi bagian dari jaringan mafia tanah, yang merampas hak tanah secara keji, mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Selamat kepada Pak Budi dan Bu Lela, semoga dengan diberikan penangguhan penahanan dapat dijadikan sarana untuk ibadah lebih khusuk, apalagi menjelang kedatangan bulan suci Ramadhan. Selanjutnya, semoga dapat melalui masa persidangan dan mendapatkan vonis bebas, dan berjuang kembali melawan mafia tanah yang menggerogoti sendi-sendi kedaulatan kepemilikan tanah rakyat, oleh oligarki mafia tanah yang makin culas menjalankan kejahatannya.