Oleh : Mardani Ali Sera
Politisi
Akhirnya, Pramono Anung dan Rano Karno menjadi bukti kebenaran peran Jokowi di Pilgub DKI Jakarta melalui rekomendasi PDIP dan Mega.
Lengkap sudah rangkaian sandiwaranya. Terjawab, Mega adalah bagian dari Jokowi dan Prabowo bersama KIM+ lenyapkan Anies dari pilkada Jakarta.
Hakikatnya, 12 partai yg berkontestasi di pilkada Jakarta, sama semua. Sama-sama berada di bawah kendali kekuasaan. Pilkada Jakarta sudah selesai. Persaingan Pramono, Ridwan, Dharma hanyalah formalitas. Siapapun terpilih, Jokowo, Mega, Prabowo pemenangnya.
Jempol buat mereka bertiga. Skenario, jalan cerita, plot twist politik liciknya, terbaik.
Apresiasi mendalam pantas diberikan kepada Megawati. Sungguh pintar memainkan drama. Marah-marah seakan-akan bersebrangan dengan Jokowi, Prabowo dan KIM+. Ternyata bersekutu. Makin tua, makin tajam bersandiwara, makin pintar berlaku manipulatif, menipu, munafik.
Dinamika dalam Plot twist politik liciknya indah sekali.
Dorong MK keluarkan putusan. Beri peran Megawati bertindak manipulatif angkat harapan masyarakat Jakarta lewat kesediaan sokong Anies sebagai kepala daerah.
Lalu dorong DPR ciptakan kontroversi lewat revisi UU Pilkada untuk anulir keputusan MK. Beri peran lagi kepada Megawati politisasi kebangkitkan perlawanan rakyat. Megawati & seluruh elit PDIP memainkan drama politik: apapun yg terjadi kita akan ke KPU mendaftarkan Anies.
Masyarakat sangat gembira. Menerima PDIP dengan tangan terbuka. Melupakan kejahatan, penindasan politik yg dilakukan PDIP dan kekuasaan selama hampir 10 tahun. Pokoknya, PDIP adalah pahlawan baru rakyat Jakarta, bahkan seantero Indonesia.
Masyarakat makin percaya terhadap PDIP, lewat pidato-pidato Megawati yg terus memercik kemarahan dan perlawanan sampai detik-detik pengesahan PKPU di Komisi II.
Masyarakat begitu gembira dengan militansi oposisi palsu PDIP. Anies pun terlanjur besar hati, percaya diri, mempersiapkan segala sesuatu perihal pencalonan.
Kini, masyarakat hanya bisa melongo kebingungan, menyesali diri dijadikan bahan prank politik kekuasaan. Anies teduduk menahan dada. Menyaksikan ujung plot twist politik Jokowi, Prabowo, Megawati yg sakit mengiris daging, mematahkan tulang.
Mereka saling berbagi peran dan tugas. Jokowi-Prabowo membangkitkan perlawanan dan kemarahan masyarakat secara terbuka dengan cara politisasi hukum dan lembaga negara.
Sementara Megawati, memainkan peran sebagai oposisi palsu yg bertugas menyiram, memprovokasi, meningkatkan eskalasi kemarahan dan perlawanan rakyat.
Mirisnya, bukan hanya masyarakat jakarta yg jadi korbannya. Perlawanan masyarakat terjadi dimana-mana. Menentang kekuasaan zalim. Demonstrasi hampir di seluruh provinsi. Banyak korban luka.
Inilah cerminan politik demokrasi transaksional. Mereka bergerombol mengorbankan masyarakat demi syahwat kekuasaannya. Masyarakat hanya jadi alat pertaruhan kepentingan elektoral.
Pertanyaan berbalik ke rakyat: sampai kapan diam, sampai kapan rela dipermainkan, diadudomba ? Sampai kapan bersedia jadi korban perilaku politik licik elit atas nama demokrasi & Ham ? Apa ga ada niat sama sekali untuk bersatu, melawan para elit munafik dalam peliharaan sistem politik demokrasi transaksional yg licik seperti ini ?
Rakyat Gak usah pesimis, jangan putus asa. Selalu ada jalan, selalu ada kesempatan baik. Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Ambil sebagai pelajaran, bahwa Allah sedang menunjukan kuasanya, memukul saraf sadar kita untuk lekas berbenah ke arah perubahan yg hakiki.