Jakarta – Di tengah tarik ulur negosiasi harga 14% sahamnya yang harus didivestasikan kepada PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), PT Vale Indonesia Tbk (INCO) saat ini juga fokus menggarap proyek-proyek smelter nikelnya di Tanah Air.
Mengutip Bloomberg Technoz, Jum’at (12/1/24), setidaknya terdapat tiga proyek smelter nikel yang sedang dan akan dituntaskan Vale di Indonesia, dengan alokasi dana US$9 miliar (sekitar Rp140,03 triliun asumsi kurs saat ini), termasuk pembangunan pabrik peleburan baru yang menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP).
Menurut catatan Vale Base Metals Ltd (VBM) selaku induk Vale Canada Ltd (VCL), yang adalah induk Vale Indonesia, dari total komitmen investasi untuk smelter baru itu, sebanyak US$180.000 (Rp2,80 miliar) di antaranya akan digunakan untuk memproduksi MHP.
MHP merupakan produk antara hasil pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah (limonite) sebelum diolah menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.
“MHP akan menjadi kekuatan pendorong untuk membuka aliran yang memungkinkan kita menuju penghiliran. Jadi itulah yang menjadi fokus kami. Dalam istilah ‘penghijauan’, bagi kami ‘penghijauan’ adalah sesuatu yang kami pikirkan, tentang apa yang perlu kami lakukan. Begitulah cara kami berbisnis,” ujar CEO Vale Base Metals Deshnee Naidoo di sela Indonesian Sustainability Forum (ISF), akhir kuartal ketiga tahun lalu.
Vale Indonesia juga menggandeng investor China guna membangun pabrik pengolahan berbasis high pressure acid leaching (HPAL), yang dapat memproses nikel dan kobalt menjadi bahan baku untuk baterai kendaraan listrik.
Fasilitas pengolahan tersebut ditargetkan sanggup memproduksi 60.000 ton nikel dan 5.000 ton kobalt per tahun dalam bentuk MHP. Adapun, mitra yang digandeng Vale untuk proyek tersebut a.l. Zhejiang Huayou Cobalt Co Ltd (Huayou) dan PT Huali Nickel Indonesia (Huali).
Dijadwalkan segera mulai konstruksi setelah mendapat perizinan, pabrik HPAL tersebut berlokasi di Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan dan dirancang untuk mengolah bijih nikel kadar rendah dari Blok Sorowako.
Terkait dengan proyek tersebut, Vale memastikan akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar tambang, sebagaimana proyek-proyek lain milik perseroan yang dioperasikan di Indonesia.
“Jadi, proyek yang sangat penting yang kami miliki dan sedang berjalan saat ini adalah mengolah limonite yang sebelumnya dibuang-buang, dan membuat proyek HPAL. Ini semua menarik,” tutur Naidoo.
Sekadar catatan, Saat ini, Vale Indonesia mengoperasikan fasilitas pemurnian nickel matte eksisting berkapasitas 70.000—80.000 ton per tahun di Sorowako, Sulawesi Selatan. Smelter yang sepenuhnya milik INCO itu menggunakan 100% teknologi hydropower.
3 Proyek Baru
Adapun, tiga proyek baru Vale yakni pertama, pabrik pengolahan berbasis HPAL di Sorowako yang merupakan hasil patungan dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co Ltd berkapasitas produksi 60.000 ton nikel dalam format MHP. Fasilitas ini ditujukan untuk menunjang industri baterai dan kendaraan listrik dan akan mulai konstruksi akhir 2023
Kedua, smelter RKEF ramah lingkungan di Bahadopi, Morowali. Fasilitas ini dibangun dengan menggandeng Xinhai dan Tisco -anak usaha raksasa baja China, Baowu- dan dirancang untuk memproduksi 70—80 kiloton nikel.
Pabrik ini murni tidak menggunakan batu bara dan diklaim sebagai smelter rendah karbon terbesar kedua setelah Sorowako. Produksi dari fasilitas itu bakal digunakan untuk menunjang industri baja nirkarat, sedangkan konstruksi pabrik ditargetkan rampung sekitar 2024—2025.
Ketiga, smelter HPAL Pomalaa dengan kapasitas 120.000 ton nikel dalam format MHP. Ditargetkan rampung 2025, pabrik ini merupakan hasil patungan INCO dengan Huayou dan Ford Motor Co. Selain smelter Bahadpoi, proyek ini juga termasuk dalam salah satu proyek strategis nasional (PSN).
(Red/Sumber)