Jakarta – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede meyakini batu bara dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) akan menjadi komoditas yang menopang surplus perdagangan pada Agustus 2024.
Josua memproyeksikan surplus perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 meningkat menjadi US$2,29 miliar. Angka tersebut naik cukup drastis dibandingkan surplus Juli 2024 yang sebesar US$472 juta.
“Peningkatan surplus perdagangan dipengaruhi oleh kinerja ekspor bulanan yang meningkat dan diikuti oleh pelemahan kinerja impor. Kinerja ekspor pada Agustus 2024 diperkirakan tumbuh 3,08% mtm (month-to-month), yang didorong oleh peningkatan harga komoditas, terutama batu bara dan CPO,” jelas Josua seperti dilansir Bisnis, Senin (16/9/24).
Dia merincikan, kenaikan tersebut karena China mencatatkan total impor batu bara naik 3% pada Agustus. Selain itu, harga CPO dalam dolar Amerika Serikat meningkat pada Agustus, yang didukung oleh penguatan mata uang ringgit Malaysia.
Lebih lanjut, secara tahunan kinerja ekspor diperkirakan tumbuh sebesar 4,20%. Kendati demikian, Josua menjelaskan angka tersebut cenderung melambat dibandingkan kinerja ekspor pada Juli 2024 sebesar 6,46% (year-on-year/yoy).
“Yang mencerminkan normalisasi harga komoditas yang sedang berlangsung dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global,” katanya.
Lalu, Josua melihat impor akan mengalami kontraksi sebesar -5,07% (mtm) pada Agustus 2024.
Sementara secara tahunan, aktivitas impor diperkirakan akan meningkat 9,30%, melambat dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 11,07% (yoy).
“Kontraksi bulanan terutama disebabkan oleh kinerja yang lebih lemah di sektor manufaktur. Sementara itu, moderasi pertumbuhan tahunan sejalan dengan tren pelemahan aktivitas ekonomi global,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mempunyai pendapat sedikit berbeda.
Meski meyakini neraca perdagangan Indonesia akan tetap surplus pada Agustus 2024, tetapi angkanya akan lebih rendah.
Faisal menjelaskan ekspor akan melemah karena kinerja manufaktur semakin anjlok dan perekonomian mitra perdagangan utama Indonesia seperti Amerika Serikat dan China juga belum membaik.
Di sisi lain, sambungnya, kinerja impor diyakini juga akan jauh semakin melemah. Apalagi, Purchasing Managers’ Index (PMI) alias indeks manufaktur pembelian masih di bawah 50.
“Walaupun ekspor melemah, tapi impor juga mengalami pelemahan makanya relatif masih ada surplus, tapi surplusnya relatif tipis dan ini tidak sehat ya karena tidak merefleksikan kinerja ekonomi yang bagus. Sebaliknya, merefleksikan kinerja ekonomi yang negatif atau yang melemah,” ungkap Faisal, Senin (16/9/24).
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik dijadwalkan akan mengumumkan kinerja neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 pada Selasa (17/9/24).
(Red/Sumber)