PBSNIndonesia – Jakarta, Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian menyatakan perlunya pemberian fasilitas kredit dan insentif untuk mendukung revitalisasi industri gula nasional dalam rangka mencapai swasembada serta mengantisipasi pemberlakuan larangan impor gula konsumsi.
Ia mengatakan insentif dan fasilitas kredit tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pabrik gula, mengingat saat ini 63 persen kebutuhan gula dalam negeri didapatkan dari impor.
“Peningkatan produktivitas pabrik gula, terutama untuk kristal putih, melalui pemberian insentif dan fasilitas kredit. Saat ini, gula yang beredar di pasaran adalah gula kristal putih yang berbasis tebu dan gula rafinasi yang berbasis raw sugar impor,” ucap Eliza di Jakarta, Jumat.
Eliza Mardian juga meminta pemerintah untuk memastikan agar harga gula tidak mengalami kenaikan karena pelarangan impor gula konsumsi, mengingat Indonesia sudah terlalu bergantung kepada gula impor.
“Kalau stop impor gula ini perlu bertahap karena kita kadung ketergantungan tinggi sama impor. Harus hati-hati jangan sampai stop impor tapi malah justru mengerek harga di dalam negeri, apalagi masyarakat kelas menengah lagi lemah daya belinya,” katanya.
Ia mengatakan bahwa saat ini 63 persen dari kebutuhan gula domestik dipenuhi melalui impor, padahal menurut definisi Badan Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) swasembada dicapai 90 persen kebutuhan dalam negeri dipenuhi dari produksi domestik. (red)