New York – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan negara-negara anggota soal Lebanon yang akan “menjadi Gaza lain” di tengah meningkatnya ketegangan dengan Israel.
Menyoroti “transformasi epik” yang tengah dihadapi dunia, Guterres menyampaikan pidato di hadapan negara-negara anggota selama pembukaan Sidang Umum PBB ke-79 di kantor pusat New York.
“Dunia kita sedang mengalami pusaran angin. Kita berada di era transformasi dahsyat — menghadapi tantangan yang belum pernah kita lihat sebelumnya tantangan yang menuntut solusi global,” kata Guterres, seperti dilansir Anadolu Agency, Jum’at (27/9/24).
Menyoroti pemanasan global, Sekjen PBB mengatakan bahwa “perang berkecamuk tanpa ada petunjuk bagaimana akan berakhir.”
Dia menggarisbawahi ancaman postur nuklir dan “senjata baru menimbulkan bayangan gelap.”
“Kita sedang bergerak maju ke arah yang tak terbayangkan, ke titik di mana bencana bisa melanda dunia,” kata dia.
Guterres mendasarkan pidatonya pada dua kenyataan utama: keadaan global saat ini “tidak berkelanjutan” dan tantangan yang dihadapi dunia “dapat dipecahkan.”
“Tingkat impunitas di dunia tidak dapat dipertahankan secara politik dan tidak dapat ditoleransi secara moral,” tegas dia, sambil menyesalkan banyaknya pemerintah yang merasa berhak mengabaikan hukum internasional, konvensi hak asasi manusia, dan resolusi PBB.
“Mereka dapat menyerang negara lain, menghancurkan seluruh masyarakat, atau sama sekali mengabaikan kesejahteraan rakyatnya sendiri. Dan tidak akan terjadi apa-apa,” ujar Guterres, sambil menyoroti “impunitas” dapat dilihat di Timur Tengah, Eropa, Afrika, dan sekitarnya.
Mengenai Timur Tengah, sekjen PBB mengamati bahwa “Gaza adalah mimpi buruk yang tak pernah berakhir yang mengancam seluruh wilayah. Tidak usah mencari lebih jauh lagi selain Lebanon.”
Dia mengatakan semua negara harus “waspada terhadap eskalasi” antara Lebanon dan Israel. “Lebanon berada di ambang kehancuran.”
“Rakyat Lebanon, rakyat Israel, dan rakyat dunia tidak mampu membiarkan Lebanon menjadi seperti Gaza,” kata dia.
Guterres mengecam hukuman kolektif terhadap warga Palestina, menegaskan kembali tuntutannya untuk gencatan senjata segera dan dimulainya solusi dua negara.
“Kecepatan dan skala pembunuhan dan penghancuran di Gaza tidak pernah terjadi sebelumnya selama saya menjabat sebagai sekretaris jenderal. Lebih dari 200 staf kami sendiri telah terbunuh, banyak di antaranya bersama keluarga mereka,” ungkap dia.
Dia membandingkan kekacauan global saat ini dengan ketegangan yang lebih terstruktur pada era Perang Dingin.
“Terlepas dari semua bahayanya, Perang Dingin memiliki aturan. Ada jalur komunikasi langsung, jalur merah, dan pagar pembatas,” katanya, tetapi sekarang, dunia berada dalam “api penyucian polaritas” dengan banyak negara bertindak tanpa pertanggungjawaban karena tidak adanya tatanan dunia yang stabil.
‘Ketimpangan globaltak dapat dihindari’ tanpa reformasi PBB
Guterres menyoroti ketimpangan global dan urgensi reformasi lembaga-lembaga seperti Dewan Keamanan PBB dan sistem keuangan.
“Dewan Keamanan PBB dirancang oleh para pemenang Perang Dunia Kedua. Sebagian besar Afrika masih berada di bawah kekuasaan kolonial,” sebut dia, sambil mencatat Afrika masih belum memiliki kursi tetap.
Dia mengungkapkan bahwa “mereka yang memiliki kekuasaan politik dan ekonomi, dan mereka yang percaya bahwa mereka memiliki kekuasaan, selalu enggan untuk berubah.”
Guterres memperingatkan bahwa “tanpa reformasi, perpecahan tidak dapat dihindari, dan lembaga-lembaga global akan menjadi kurang sah, kurang kredibel, dan kurang efektif.”
Dia menunjuk pada dua ancaman eksistensial berupa perubahan iklim dan kecerdasan buatan (AI).
“Kita sedang mengalami krisis iklim,” katanya, sambil menekankan bahwa masyarakat termiskin adalah yang paling terkena dampaknya.
Memberikan peringatan tentang risiko AI yang menciptakan perpecahan global, jika tidak dikelola dengan baik, Guterres berkata: “Peningkatan pesat teknologi baru menimbulkan risiko eksistensial lain yang tidak dapat diprediksi.”
“Masyarakat dunia mengharapkan kita,” katanya, seraya mendesak negara-negara untuk mengejar keadilan, akuntabilitas, dan reformasi guna mengarahkan dunia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Presiden Majelis Umum PBB Philemon Yang mengatakan bahwa debat umum adalah “salah satu platform yang paling inklusif, representatif, dan berwibawa di dunia” dan “urgensi tugas kita tidak dapat dilebih-lebihkan.”
Menekankan situasi di Gaza, Yang meminta semua pihak untuk mematuhi hukum internasional.
“Sesungguhnya, hanya solusi dua negara yang dapat mengakhiri siklus kekerasan dan ketidakstabilan, serta menjamin perdamaian, keamanan, dan martabat bagi warga Palestina dan Israel,” ujar dia.
Guterres mencatat kebutuhan mendesak untuk mereformasi arsitektur keuangan internasional, sekaligus menunjukkan kesenjangan digital yang makin lebar.
“Kita bukan sekadar penonton terhadap krisis ini, dan kita juga tidak tidak berdaya untuk bertindak,” tukas Yang.
(Red/Sumber)