Madrid – Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Selasa mengatakan bahwa aliansi itu harus memperbanyak pemasok energinya karena Rusia menggunakan energi “sebagai senjata.”
“Perang di Ukraina menunjukkan bahaya terlalu bergantung pada komoditas dari rezim otoriter. Cara Rusia menggunakan energi sebagai senjata pemaksaan menyoroti kebutuhan untuk segera menghentikan minyak dan gas Rusia,” kata Stoltenberg dalam Dialog Tingkat Tinggi tentang Iklim dan Keamanan seperti dikutip Anadolu Agency, Rabu (29/6/22).
Lanjut dia, pada saat yang sama, pihaknya tidak boleh menukar satu ketergantungan dengan ketergantungan lainnya. Banyak teknologi hijau baru dan mineral udara dan bumi yang mereka butuhkan berasal dari China.
“Jadi kita harus mendiversifikasi sumber energi dan pemasok kita,” ujarnya lagi.
“Kami telah melihat Rusia menggunakan energi sebagai senjata. Tapi kami tidak boleh membiarkan diri kami bergantung pada orang lain. Banyak sumber energi datang dari China. Itu sebabnya kami harus mendiversifikasi pemasok kami,” ujar dia.
Perang Rusia di Ukraina
Mengenai perang Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina, Stoltenberg menegaskan pihaknya memiliki kepentingan untuk mendukung Ukraina.
Kata dia, pihaknya mendukung Ukraina karena mereka adalah mitra dekat yang telah bekerja sama dengan NATO selama bertahun-tahun.
“Jadi kepentingan keamanan kami adalah memastikan bahwa Ukraina menang sebagai negara merdeka yang berdaulat,” terang dia.
Tentang penyumbatan impor gandum yang menyebabkan harga pangan tinggi di seluruh dunia, Stoltenberg mengatakan bahwa akar masalahnya bukan sanksi NATO terhadap Rusia, tetapi karena perang Rusia yang sedang berlangsung.
“Tidak ada sanksi dari sekutu NATO terhadap ekspor gandum. Jadi penyebab mengapa sulit mendapatkan gandum dari Ukraina, makanan ke Ukraina adalah perang, dan blokade Rusia,” tegasnya.
Sekjen NATO juga menyatakan “kekecewaan” tentang China karena negara itu gagal mengutuk perang Rusia, dengan mengatakan Rusia dan China “lebih dekat dari sebelumnya.”
“Kami kecewa dengan fakta China belum dapat mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, China menyebarkan banyak narasi palsu tentang NATO dan Barat. Dan juga China dan Rusia sekarang lebih dekat daripada sebelumnya,” tukas dia.
(Red/Sumber)