Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Korban Mafia Tanah Sarudin Dkk
“Harus lawan mafia tanah! Ewako!”
[Seruan Menteri ATR/Kepala BPN, AHY ketika membagikan sertifikat tanah ke masyarakat di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu, 27/4/2024].
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), kembali menggaungkan narasi perlawanan terhadap mafia tanah, saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dalam kesempatan itu ia sempat membagi-bagikan sertifikat dan mengajak masyarakat untuk melawan mafia tanah melalui kepemilikan sertifikat resmi.
AHY menyebut pemberian sertifikat tanah adalah salah satu bentuk dukungan pemerintah dalam melindungi masyarakatnya dari mafia tanah. Sebab dengan adanya sertifikat masyarakat bisa mendapatkan kepastian hukum terkait dengan kepemilikan tanah mereka.
Sayangnya, jargon Pak Menteri ini tidak sejalan dengan kebijakan bawahan di lapangan. Kepala Kantor Wilayah BPN Prabumulih, justru
tidak melindungi pemilik SHM yang jelas terdaftar di BPN, dan tanahnya digusur untuk proyek jalan tol Prabumulih – Inderalaya.
Sudah dua kali penulis menyurati Kementerian ATR/BPN, dua kali menyurati Kanwil BPN Sumatera Selatan, dan berulangkali surat dan kunjungan ke Kantor BPN Prabumulih, tetapi keduanya belum juga ada perhatian terhadap sejumlah korban mafia tanah di kota Prabumulih, yang pembayaran uang ganti ruginya terhambat karena BPN tidak kunjung menerbitkan Surat Rekomendasi.
Dalam hal ini, 8 warga Prabumulih (Sarudin Dkk) dipermainkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Prabumulih. Uang ganti rugi tak kunjung diterima, karena BPN tidak mau terbitkan surat rekomendasi.
Mulanya, Kepala Kantor Pertanahan Kota Prabumulih pada tanggal 12 Maret 2024, menjanjikan akan meminta petunjuk dari Kanwil dan Kantor Pusat agar bisa diterbitkan Surat Rekomendasi bagi 8 (delapan) warga Prabumulih (Sarudin Dkk).
Penulis sudah menegaskan melalui Surat resmi kepada Menteri ATR/BPN bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 93 PP Nomor 19 tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ditegaskan bahwa dalam hal Objek Pengadilan Tanah sedang menjadi Objek Perkara di Pengadilan, ganti rugi diambil oleh pihak yang berhak setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau putusan perdamaian (dading).
Sarudin Dkk (SARUDIN, IBNU RAHMAN, ASILA, SAHLIPIN, SURAHMAN, HARUN ROSID, EDI KOSASI, M. DAHRIAL) adalah warga Prabumulih yang telah ditetapkan sebagai pihak yang berhak dan uang ganti rugi (UGR) Proyek Jalan Tol Prabumulih – Inderalaya telah dititipkan secara konsinyasi di Pengadilan Negeri Prabumulih.
Sarudin Dkk digugat dan telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap berupa Putusan Kasasi Nomor: 4605/K/PDT/2023 tanggal 20 Desember 2023, yang amar putusannya menolak Kasasi Para Pemohon Kasasi NURSI’AH BINTI REGUNJUNG, AYU CIK BINTI REGUNJUNG dan ASMAN ASNUM BIN KORDIAN BIN REGUNJUNG.
Putusan Kasasi Nomor: 4605/K/PDT/2023 adalah tindak lanjut dari perkara Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor: 43/PDT/2023/PT PLG, yang amar putusannya menolak banding Para Pembanding NURSI’AH BINTI REGUNJUNG, AYU CIK BINTI REGUNJUNG dan ASMAN ASNUM BIN KORDIAN BIN REGUNJUNG, Jo Putusan Nomor: 15/Pdt.G/2022/PN Pbm, yang amar putusannya menolak gugatan yang diajukan oleh NURSI’AH BINTI REGUNJUNG, AYU CIK BINTI REGUNJUNG dan ASMAN ASNUM BIN KORDIAN BIN REGUNJUNG.
Berdasarkan ketentuan Pasal 93 PP Nomor 19 tahun 2021 dan Putusan Kasasi Nomor: 4605/K/PDT/2023, maka semestinya Kepala Kantor Pertanahan Kota Prabumulih dapat segera menerbitkan Surat Rekomendasi bagi Sarudin Dkk berdasarkan adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Namun, Kepala Kantor Pertanahan Kota Prabumulih tidak kunjung menerbitkan Surat Rekomendasi dengan dalih ada gugatan baru Nomor: 1/Pdt.G/2024/PN.Pbm tanggal 20 Februari 2024, yang menjadi alasan terbitnya Surat Nomor: 236/AT.01.16-74/II/2024 tanggal 26 Februari 2024 (terlampir), yang pada pokoknya menyatakan bahwa Surat Rekomendasi belum dapat dikeluarkan dikarenakan adanya gugatan lagi di Pengadilan Negeri Prabumulih tanggal 20 Februari 2024 Nomor: 1/Pdt.G/2024/PN.Pbm.
Penulis meyakini, gugatan baru ini adalah bagian dari kerja mafia tanah yang berusaha merampas hak tanah rakyat. Karena sebelumnya, tidak pernah ada yang mengklaim tanah selain pihak pihak pada gugatan yang sebelumnya. Gugatan ini tiba-tiba muncul setelah Sarudin Dkk menang Kasasi.
Sayangnya, BPN Prabumulih mengakomodasi keinginan mafia agar tidak menerbitkan Surat Rekomendasi, yang menghalangi warga Prabumulih mengambil haknya di pengadilan. Padahal, tanah warga Prabumulih telah menjadi jalan tol yang manfaatnya sudah dirasakan masyarakat.
Tindakan BPN ini tentu berkebalikan dengan pernyataan Menteri AHY yang tegas mengatakan akan melawan mafia tanah. SHM yang diterbitkan BPN juga tidak dapat menjamin perlindungan hak rakyat, karena BPN Prabumulih justru mengikuti keinginan pihak-pihak yang tidak memiliki SHM yang bertujuan merampas hak Sarudin dkk selalu pemegang SHM, dengan modus operandi mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Penulis sangat prihatin, karena narasi hebat tentang berantas mafia tanah ternyata hanya berhenti sebatas retorika. Rakyat pemegang SHM justru tidak dilindungi oleh BPN saat hendak dirampas haknya. Sebenarnya, yang mafia tanah itu pihak eksternal atau jangan-jangan oknum pejabat BPN sendiri?
Sampai hari ini, Sarudin DKK belum menerima uang ganti rugi karena surat rekomendasi untuk mengambil uang ganti rugi diganjal BPN. SHM yang dimiliki rakyat, yang diterbitkan BPN ternyata tidak bisa melindungi hak rakyat dari kejahatan mafia tanah.
Miris, prihatin sekaligus sedih. Karena Pak Menteri AHY berlatar militer. Semestinya, jiwa nasionalisme dan semangat bela rakyat yang mendarah gading di tubuh militer, bisa menggerakkan Pak Menteri untuk instruksikan bawahannya agar tidak menyusahkan rakyat dengan segera menerbitkan surat rekomendasi.
Haruskah, cita keadilan di Republik ini hanya sebatas tulisan di konstitusi? Dimana, semangat patriotisme para pendiri bangsa pada pejabat di negeri ini? Apakah, darah pejuang Jendral Sarwo Edi Wibowo tidak mengalir di tubuh AHY, sebagai cucunya?