Moskow – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa situasi di Jalur Gaza adalah “bencana kemanusiaan.”
Berbicara pada pertemuan di Moskow dengan perwakilan dari berbagai agama, Putin mengatakan “orang yang tidak bersalah tidak boleh membayar kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.”
Presiden menentang prinsip “tanggung jawab kolektif” dan mengatakan dalam kasus ini, orang lanjut usia, perempuan, anak-anak dan seluruh keluarga akan meninggal.
Putin menegaskan kembali posisi Rusia mengenai solusi dua negara terhadap krisis Israel-Palestina, dengan alasan bahwa “ini adalah kunci bagi penyelesaian dan perdamaian jangka panjang dan mendasar di Timur Tengah.”
“Tugas utama kita adalah menghentikan pertumpahan darah dan kekerasan. Jika tidak, perluasan krisis ini akan membawa konsekuensi yang sangat berbahaya dan merusak, dan tidak hanya bagi kawasan Timur Tengah. Hal ini bisa meluas melampaui batas negara-negara Timur Tengah,” ujar dia seperti dikutip Anadolu Agency, Jum’at (27/10/23).
Putin mengecam upaya “kekuatan tertentu” yang mempermainkan perasaan agama dan nasional untuk menciptakan ketidakstabilan dan kekacauan demi “kepentingan jahat” mereka.
“Umat Muslim dihasut untuk melawan Yahudi…Syiah dihasut untuk melawan Sunni, Ortodoks – untuk melawan Katolik. Di Eropa, mereka menutup mata terhadap penistaan dan vandalisme terhadap hal-hal suci bagi umat Islam. Di sejumlah negara, penjahat Nazi secara terbuka dimuliakan di tingkat resmi,” kata presiden Rusia.
Ukraina mengambil langkah-langkah untuk melarang Gereja Ortodoks kanonik dan memperdalam perpecahan gereja, kata dia.
“Menurut pendapat saya, tujuan dari semua tindakan ini sudah jelas – untuk melipatgandakan ketidakstabilan di dunia, untuk memecah belah budaya, masyarakat, agama-agama di dunia, untuk memprovokasi konflik peradaban – semuanya berdasarkan pada prinsip yang terkenal yaitu ‘memecah belah dan aturan,'” imbuh Putin.
“Ada pembicaraan tentang ‘tatanan dunia baru’, yang esensinya sebenarnya sama – kemunafikan, standar ganda, klaim eksklusivitas, dominasi global, untuk melestarikan sistem yang pada dasarnya neokolonial,” tukas dia.
(Red/Sumber)