PROFESOR HAFID ABBAS : TAUSIYAH IMAM BESAR MENJADI CAHAYA BAGI KAMI

Uncategorized759 Views

Jakarta – Kami atas nama keluarga besar Almarhum H. Muhammad Amrah mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu atas kehadiran dan partisipasinya pada malam taksiyah dan berdoa atas kepergian bapak, mertua, kakek, dan buyut kami, terutama kepada Bapak Profesor Dr. KH. Nasaruddin Umar yang berkenan memberikan tausiyah yang dapat menjadi cahaya bagi hati dan pikiran kami, dan semua Jamaah Zoom yang hadir malam ini, kata Profesor Hafid Abbas, Jum’at (15/4/22).

Bapak kami, Almarhum H. Muhammad Amrah adalah orang tua yang baik di mata kami, teman-teman, murid-murid, dan tetangganya. Beliau lahir di Sengkang, 13 Desember 1930, meraih gelar B.A., pernah mengajar di SMAN 3 Ujung Pandang, dan terakhir menjadi pengawas SMA se-Sulawesi Selatan. Almarhum adalah teman dan sahabat Alm. Profesor Dr. Achmad Amiruddin, mantan Rektor Unhas dan Gubernur Sulawesi Selatan, dan salah satu murid beliau adalah Profesor Anhar Gonggong. Setelah pensiun, hampir 30 tahun waktu Almarhum digunakan untuk mengelola masjid Al-Hijrah di komplek Perumahan Sudiang Indah, Makassar, lanjut Hafid Abbas.

Untuk mengungkapkan kenangan indah kami kepada ayahanda kami, saya ingin menyampaikan tiga poin. Pertama, saya teringat tuturan seorang aktivis kemanusiaan AS, “Death is the dropping of the flower that the fruit may swell”

Ia mendefinisikan kematian, “sebagai sebuah bunga yang setelah mekar, akhirnya jatuh dari tangkainya. Dia jatuh setelah terbentuk buah yang membesar di kelopak bunga itu.”

Seperti itulah Almarhum, dia dipanggil oleh Allah SWT setelah ia menghasilkan begitu banyak “legasi” atau warisan buah kehidupannya. Ia mewarskan begitu banyak kenangan abadi sebagai pendidik dan guru di masa awal kemerdekaan baik di sekolah rakyat, ataupun di sekolah menengah. Ia memiliki begitu banyak anak-cucu, cicit, dan murid-murid spiritual dan intelektual, terang Hafid Abbas.

Kedua, dalam perspektif Al-Qur’an, kematian itu dapat ditemukan empat makna: (i) wafat (al-wafa) yang berarti sempurna. Ini bermakna Almarhum telah menunaikan semua tugas kehidupannya secara sempurna sehingga ia ibarat diwisuda (graduation); (ii) mati (mayyit) atau pasti, misalnya satu kapal memiliki bobot mati (death weight). Muatan kapal tersebut pasti jika berlebih maka akan tenggelam. Almarhum telah menjalani masa kepastian hidupnya selama 91 tahun empat bulan, lahir 13 Desember 1930 dan meninggal 13 April 2022; (iii) berpulang, artinya berpulang ke haribaan ilahi, seperti arti ayat: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Q.89:27-30). Semua manusia akan kembali ke asalnya. Kehidupannya di dunia hanya sementara bagai transit menuju ke alam keabadian; dan (iv) ajal (ajalun) yang secara leksikal berati batas akhir atau kontrak (agreement). Ketika ajal kita tiba. Dengan demikian, Almarhum dalam kehidupannya sudah ditetapkan batas akhirnys yakni 13 April 2022 jam 19:30 WITA. Kehidupannya atau kontraknya dengan Allah sudah berakhir, tambah Hafid Abbas.

Ketiga, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu, terutama kepada Imam Besar Masjid Istiqlal, Profesor Dr. KH. Nasaruddin Umar; Ketua Umum BPP KKSS Bapak H. Muchlis Patahna dkk, termasuk Bapak Profesor Dr. Awaluddin Tjalla, Dinda Hadiamin Kadir, M. Saleh Mude, Jaya Lupu, dkk yang telah menjadi fasilitator acara malam berdoa ini, pungkas Hafid Abbas.

Hanya kepada Allahlah tempat kami semata, memohon untuk membalas semua kebaikan dan simpati Bapak dan Ibu sekalian dan saya ingin menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak dan para hadirin baik yang mengikuti malam taukziyah ini secara daring atau yang hadir di ruangan ini, sekiranya ada hal-hal yang kurang berkenan, mohon dimaafkan dan dilupakan adanya. Semua itu sungguh diluar kesengajaan kami.

(M. Saleh Mude)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *