Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi update soal perkembangan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) usaha mikro kecil dan mengah (UMKM).
Adapun, dalam RPOJK UMKM ini tidak memuat kewajiban baik bagi bank ataupun non-bank untuk memiliki porsi kredit UMKM sebesar 30% dari total kredit.
Sebagaimana diketahui, pada awal tahun 2024 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang sempat meminta penyaluran kredit ke usaha kecil mesti dikebut.
Saat itu, Jokowi memaparkan saat ini baru 19% saja dukungan kredit perbankan ke UMKM dari total penyaluran kredit secara keseluruhan.
Adapun, target yang dipatok untuk penyaluran ke segmen ini sebesar 30%.
Sayangnya, porsi kredit UMKM kini terlihat kian jauh dari harapan Pemerintah yakni 30%.
Hal ini tercermin dari laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI), di mana porsi penyaluran kredit UMKM hanya mencapai 18,57% per Juni 2024.
Bahkan, porsinya susut dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 18,71%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan saat ini RPOJK UMKM dalam tahap analisis hasil penerimaan masukan dan tanggapan terhadap draf RPOJK dari stakeholder dan masyarakat.
Beberapa hal yang diatur dalam rancangan ketentuan ini, yakni mengenai penyusunan skema khusus untuk penyaluran/pembiayaan kepada UMKM, pemanfaatan dukungan perangkat penilaian kredit (credit scoring), serta evaluasi berkala terhadap suku bunga kredit/marjin pembiayaan UMKM.
Selain itu, diatur pula kewajiban bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk melakukan edukasi dan literasi keuangan bagi pelaku UMKM, serta pengembangan kompetensi SDM internal LJK untuk mendukung pemberian akses pembiayaan UMKM.
“Adapun dalam RPOJK UMKM ini tidak terdapat kewajiban bagi LJK untuk memiliki porsi kredit UMKM sebesar 30% dari total kredit,” ujarnya seperti dilansir Bisnis, Senin (12/8/24).
Kata Dian, melalui RPOJK ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan pemberdayaan UMKM.
RPOJK UMKM sendiri merupakan amanat UU P2SK yang juga bertujuan mendorong LJK, baik bank dan LJK non-Bank untuk dapat memberikan kemudahan terkait akses pembiayaan, termasuk penjaminan pembiayaan UMKM yang lebih mudah, cepat dan mampu bersaing.
“Sehingga dapat memberikan kesempatan lebih luas bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan pembiayaan, namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,” ujarnya.
Porsi UMKM Kian Mengecil
Senior Faculty LPPI Amin Nurdin mengatakan penyebab porsi kredit UMKM kian susut adalah UMKM belum 100% pulih pasca Covid-19.
“Bank pun jadi lebih berhati-hati karena kondisi tersebut,” katanya, Kamis (18/7/24).
Sebelumnya, Amin juga menyebut meski kredit UMKM sempat mengalami perlambatan, akan tetapi mengenai prospek ke depan akan makin baik, mengingat pangsa pasar UMKM masih terbilang luas.
Adapun, dia menilai hal yung membuat kredit UMKM mengalami perlambatan. Pertama, sebagian ceruk pasar diambil lembaga keuangan non bank, salah satunya fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Kedua, bank sedang dalam tahap untuk memperbaiki kondisi rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL), misal melalui proses bisnis termasuk kebijakan yang ada.
“Ketiga, bangkitnya UMKM pascapandemi, 1-2 tahun ini terbilang masih lambat. Mereka masih hati-hati untuk ekspansi,” ujarnya.
Penyusutan atas porsi kredit segmen ini telah terjadi di PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), di mana per semester I/2024 porsi pembiayaan UKM mencapai 13,7%, angka ini turun dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 14%.
Meski demikian, secara nilai, BCA masih mencatatkan pertumbuhan kredit UKM sebesar Rp114,4% pada Juni 2024, naik 12,7% yoy dari sebelumnya Rp107,9 triliun.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan penurunan daya beli dan kondisi makroekonomi yang kurang menguntungkan menjadi faktor utama yang mempengaruhi kinerja penyaluran UMKM perseroan.
“Kredit itu harus melihat situasi dan kondisi makro. Kalau bagus, pencet gas. Kalau memang kurang bagus, permintaan juga enggak ada,” ujarnya usai pembukaan BCA UMKM Fest 2024 di Jakarta Selatan, Rabu (7/8/24).
Jahja menjelaskan bahwa saat ini BCA tidak dapat menyalurkan kredit UMKM secara agresif karena pergerakan modal kerja yang stagnan. Oleh karena itu, BCA berupaya mendongkrak penjualan UMKM melalui berbagai inisiatif, termasuk BCA UMKM Fest.
“Kalau kerjanya menurun, maka UMKM tidak perlu tambahan kredit. Tapi begitu omzetnya meningkat, pasti butuh tambahan kredit. Oleh sebab itu kita mau bantu mereka jualan, ini dulu kita mau coba dorong,” tandasnya.
Sementara itu, BRI yang merupakan bank yang paling banyak menyalurkan kredit ke segmen UMKM mencatat pada semester I/2024, BRI telah menyalurkan kredit Rp1,336,78 triliun, di mana 81,96%-nya disalurkan ke segmen UMKM.
Berdasarkan presentasi perusahaan, komposisi kredit mikro BRI mencatatkan porsi 46,6% dari total kredit per semester I/2024, turun dari 48,1% pada semester I/2023. Kemudian, segmen kredit small alias kecil menjadi 17,4% dari sebelumnya 18,9%. Sementara itu kredit dengan segmen medium mencatatkan peningkatan porsi yakni 3,1% dari 2,6%.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan segmen UMKM memang mengalami tantangan peningkatan kredit macet pada tahun ini. Namun, BRI sebagai bank yang banyak menyalurkan kredit kepada segmen UMKM telah menyiapkan sederet langkah.
“Bahwa NPL UMKM naik, iya. Apa strateginya? Jangan memaksakan diri tumbuh di situ. Kami tetap tumbuh di UMKM secara selektif, risk acceptance perketat. Kami pilah-pilah lagi,” katanya dalam paparan kinerja pada beberapa waktu lalu.
Kemudian, apabila UMKM telah mengalami kesulitan pembayaran tagihan kredit, BRI menyiapkan skema restrukturisasi secara komersial. Sebab, kebijakan restrukturisasi kredit khusus Covid-19 telah berakhir pada Maret 2024. Apabila memang sudah tidak bisa diselamatkan, BRI kemudian melakukan upaya hapus buku kredit macet UMKM.
“Di situlah cadangan berbicara. Sekarang [pencadangan] ada lebih dari dua kali lipat. Bagi write off (hapus buku), tetap ada penagihan,” ujar Sunarso.
Adapun, pencadangan kredit bermasalah atau NPL coverage yang ada di BRI per Juni 2024 mencapai 211,6%.
Sementara itu, mengutip presentasi perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan kredit segmen UKM sebesar Rp82,43 triliun pada kuartal II/2024 atau porsinya hanya 5,38% dari total kredit Mandiri. Dibanding periode yang sama tahun lalu, kredit segmen UKM Mandiri mencapai Rp72,36 triliun atau porsinya mencapai 5,69% dari total kredit Mandiri.
“Tapi kembali lagi, porsi UMKM-nya Mandiri kan secara portofolio tidak besar. Kami fokus kepada core competence sebagai wholesale bank saja,” ujar Direktur Keuangan & Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo, Selasa (30/7/24).
(Red)