Yogyakarta – Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada, Prof. Kaelan memaparkan sejumlah inkonsistensi Undang-undang Dasar 1945 hasil perubahan 1999-2002.
Pemaparan itu disampaikan dalam Dialog Nasional Kebangsaan Dewan Harian Daerah Badan Pembudayaan Kejuangan 45 bersama DPD RI, di Gedung Nusantara V Komplek Parlemen Senayan, Sabtu (17/9/22).
Dijelaskan Prof Kaelan, dalam proses amandemen seharusnya secara sistematis dikaji sumber nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai Staatsfundamentalnorm, yang berdasar Pancasila.
Nilai-nilai dalam Staatsfundamentalnorm tersebut kemudian dijabarkan ke dalam asas-asas, lalu selanjutnya ke dalam pasal-pasal UUD 1945.
Realitasnya pertimbangan amandemen hanya berdasarkan logika politik dan berbasis pada filsafat dan ideologi liberal.
“Karena hanya berdasar hal itu, dipastikan hasil dari proses amandemen itu akan menimbulkan inkonsistensi dan Inkoherensi kaidah yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945 hasil amandemen,” kata Kaelan, dalam dialog bertema ‘Kaji Ulang UUD 1945 Hasil Amandemen Menuju Kembali ke UUD 1945’.
Inkonsistensi dan inkoherensi dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002, lanjutnya, juga ditemukan pada Bentuk Negara Indonesia.
Jika mengacu Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm, negara Indonesia pada hakikatnya adalah negara kebangsaan, bukan negara yang berdasarkan pada kontrak sosial, serta civil society sebagaimana banyak diteriakkan tatkala terjadinya proses reformasi.
(Red)
#LaNyalla #ketuadpdri #dpdri #daridaerahuntukindonesia #dialognasional
#gurubesar #ugm #dhd45 #pancasila #uud1945 #konstitusi #amandemen #civilsociety