Oleh : Ana Mustamin
Dewan Pakar BS Center, Pendiri KUPASI (Komunitas Penulis Asuransi Indonesia)
Hari-hari ini Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (RUU P2SK) tengah digodok DPR. Salah satu bagian yang menarik perhatian saya adalah Bab VII tentang Asuransi Usaha Bersama. Mudah ditebak bahwa ini adalah regulasi yang diperuntukkan untuk Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, satu-satunya perusahaan asuransi berbentuk Usaha Bersama (Uber) di Indonesia.
Bagian ini boleh jadi upaya pemerintah untuk menjawab perintah Mahkamah Konsitusi agar menerbitkan UU untuk mengatur Uber. Dalam kaitan ini, MK sudah dua kali memerintahkan penguasa agar menerbitkan UU Usaha Bersama, yakni pada putusan MK tahun 2013 dan 2019.
Melihat RUU yang beredar, saya menduga upaya pemerintah untuk memasukkan Uber dalam RUU P2SK sebagai upaya setengah hati, sekadar untuk menjawab perintah MK. Dalam rancangan awal, DPR membuka ruang untuk pendirian Uber baru, khususnya untuk Asuransi Syariah. Tapi pemerintah mengoreksinya, dan hanya membatasi Uber hanya pada perusahaan yang sudah ada sebelum UU ini dibuat. Hal ini sejalan dengan pengaturan Uber dalam UU No 40/2014 tentang Perasuransian.
Alih-alih mempelajari tentang karakteristik Uber yang sejatinya merupakan amanah konstitusi negara kita, Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah menutup pintu untuk siapapun yang mencoba mendirikan Uber. AJB Bumiputera 1912 akan tetap menjadi satu-satunya perusahaan Uber di Indonesia, yang oleh pemerintah terus didorong untuk proses demutual, mengubah badan hukum dari Usaha Bersama menjadi Perseroan Terbatas, meski selalu gagal. Ini sekaligus mengindikasikan bahwa UU Usaha Bersama yang diharapkan hadir setara dengan UU badan usaha lainnya seperti UU Perseroan Terbatas atau UU Koperasi, tidak akan pernah terwujud. Karena, alangkah mubazirnya sebuah UU hanya untuk mengatur satu perusahaan.
Praktik Uber di Berbagai Negara
Perusahaan Usaha Bersama (Mutual Company), adalah jenis perusahaan yang kepemilikannya dipegang oleh deposan, pelanggan, atau pemegang polis suatu institusi atau perusahaan.
Struktur perusahaan Uber berbeda dari jenis perusahaan lain seperti perseroan/perseroan terbatas. Uber mendistribusikan pendapatan di antara anggota/pemiliknya, umumnya secara langsung sebanding dengan kepemilikan orang-orang di dalam perusahaan Uber. Uber beroperasi dari dan untuk anggota.
Karena dimiliki oleh anggota, maka anggota menanggung sebagian besar risiko yang terlibat dalam operasi perusahaan Uber. Dengan demikian, pemegang polis, pelanggan, atau deposan menjadi pemangku kepentingan yang lebih besar dalam regulasi yang mengatur Uber. Khusus di perusahaan asuransi, pemegang polis bertindak sebagai tertanggung atau klien perusahaan, sekaligus sebagai penanggung atau bagian pemilik Uber.
Gagasan tentang asuransi Uber sudah ada sejak tahun 1600-an di Inggris. Wikipedia mencatat ada sekitar 11 perusahaan asuransi Uber beroperasi di Inggris. Di Amerika Serikat, perusahaan asuransi Uber pertama yang sukses, Contributionship Philadelphia for the Insurance of Houses from Loss by Fire, didirikan pada 1752 oleh Benjamin Franklin dan masih beroperasi sampai sekarang. Lima perusahaan asuransi properti dan kecelakaan terbesar yang menguasai sekitar 25% pasar AS adalah perusahaa Uber. Dan kini tidak kurang dari 60 perusahaan Uber beroperasi di AS.
Di Kanada, istilah perusahaan Uber hampir identik atau digunakan secara eksklusif untuk menggambarkan perusahaan dalam industri asuransi. Wikipedia mencatat ada 63 perusahaan berbentuk Usaha Bersama (Mutual Company) di Kanada. Asuransi Kesehatan di Perancis mayoritas berbentuk Uber (33 perusahaan), dan ada 10 asuransi umum. Di negara-negara Skandinavia (Finlandia, Islandia, Swedia, Denmark, dan Norwegia), Uber dan Koperasi lebih populer dibandingkan bentuk badan usaha lainnya. Association Internationale de la Mutualité, asosiasi yang menghimpun asuransi kesehatan Uber di Eropa didirikan pada tahun 1950, berbasis di Brussels.
Di Asia, Uber banyak ditemukan di perusahaan asuransi Jepang. Dan meski ada sejumlah perusahaan yang melakukan demutualisasi, namun tidak sedikit perusahaan di dunia yang melakukan hal sebaliknya, berubah dari perseroan menjadi perusahaan Uber.
Salah satu keunggulan Uber dibandingkan Perseroan Terbatas adalah Uber dioperasikan sepenuhnya untuk kepentingan anggota. Basisnya adalah kebersamaan dan kegotongroyongan yang diikat oleh satu kepentingan, bukan modal atau saham. Keuntungan Uber akan dibagi secara pro-rata ke anggota sesuai kontribusi dana yang sudah disetorkan ke perusahaan.
Demikian pula dengan kerugian perusahaan. Ini berbeda dengan PT, di mana seluruh usaha yang digerakkan perusahaan bertujuan untuk menciptakan keuntungan sebesar-beasarnya bagi pemilik atau pemegang saham. Kelemahan Uber terletak pada terbatasnya kemampuan untuk berekspansi, karena didirikan tanpa modal dan tidak memiliki mekanisme penambahan modal sebagaimana pada Perseroan Terbatas.
Uber Unggul di Tingkat Global
International Cooperation and Mutual Insurance Federation (ICMIF) yang merilis edisi khusus Global Mutual Market Share 10 yang mencatat pasar asuransi Uber dan Koperasi telah menjadi bagian industri asuransi global yang tumbuh paling cepat dalam periode 10 tahun sejak krisis keuangan global. ICMIF merilis bahwa dalam periode satu dekade sejak terjadinya krisis keuangan (2007 hingga 2017), pendapatan premi sektor asuransi Uber dan Koperasi global tumbuh sebesar 30% dibandingkan dengan pertumbuhan 17% dari total industri asuransi global. Ini artinya, pangsa pasar global asuransi Uber dan Koperasi meningkat dari 24,0% pada tahun 2007 menjadi 26,7% pada tahun 2017.
Laporan tersebut juga menyoroti bahwa 922 juta anggota/pemegang polis dilayani oleh perusahaan asuransi Uber dan Koperasi pada tahun 2017, tumbuh sebesar 13% sejak tahun 2012. Dampak positif sosial ekonomi yang berkembang dari industri Uber dan Koperasi juga terlihat dari peningkatan jumlah orang yang dipekerjakan oleh sektor ini, mencapai 1,16 juta pada tahun 2017 – pertumbuhan sebesar 24% sejak tahun 2007.
Global Mutual Market Share 10 sebagai laporan statistik tahunan ICMIF mencakup analisis rinci pendapatan premi, aset, investasi, jumlah karyawan dan jumlah anggota/pemegang polis lebih dari 5.100 perusahaan asuransi Uber dan Koperasi di 77 negara. Laporan ini menurut ICMIIF adalah alat penting untuk mengadakan diskusi berbasis bukti tentang pentingnya sosio-ekonomi dari perusahaan asuransi Uber dan Koperasi dengan pihak legislator, regulator dan pembuat kebijakan.
Oknum pemerintah yang menyusun regulasi tampaknya tidak memahami Uber. Preferensi mereka dalam mengatur industri asuransi semata adalah preferensi Perseroan Terbatas, perspektif kapitalis.
Uber Sekarat di Indonesia
Bagaimana dengan Indonesia? AJB Bumiputera 1912 sebagai Uber satu-satunya di Indonesia kini nyaris sekarat. Perusahaan yang kini berusia 110 tahun ini pernah berjaya selama 8 dekade sebagai pemimpin pasar asuransi jiwa di Indonesia. Perusahaan yang menjadi peletak batu pertama industri asuransi nasional ini kini mengalami titik nadir, dan bentuk usahanya sebagai Uber kerap dituding sebagai biang sengkarut.
Bumiputera yang didirikan Sekretaris Besar Pengurus Boedi Oetomo dan PGHB (Persatuan Guru Hindia Belanda) beroperasi di Indonesia sejak 1912 tanpa payung hukum Usaha Bersama. Pemerintah hanya selalu memberikan janji untuk mengatur Uber dalam peraturan tersendiri, tapi tidak pernah terealisasi, bahkan meski dengan perintah Mahkamah Konstitusi.
Bumiputera mulai bermasalah ketika RBC (Risk Based Capital) diterapkan sebagai satu-satunya ukuran kesehatan keuangan perusahaan asuransi di Indonesia. Sejak parameter berbasis modal ini diberlakukan, sejak itu pula perusahaan ini mendadak dinyatakan sakit dan harus dirawat di ‘ICU’ karena modalnya tidak cukup. Para ‘dokter’ yang menanganinya terus memberikan resep untuk menyehatkan Bumiputera dengan memperlakukan perusahaan ini sama persis dengan Perseroan Terbatas. Karena keharusan mencukupkan rasio permodalan sebagaimana PT, maka manajemen Bumiputera harus jungkir balik dan bersiasat agar tampilan laporan keuangan Bumiputera ‘sehat’ berdasarkan ukuran Perseroan Terbatas.
Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan Usaha Bersama, tampaknya hanya ‘lip service’ bagi pemerintah kita. Kampanye-kampanye di masa pemilu untuk mengedepankan kemandirian bangsa dan upaya memerangi oligarki, hanya membentur ruang hampa. Bumiputera adalah penjelmaan penyelenggaraan usaha rakyat berbasis kebersamaan dan gotong royong sebagaimana amanat konstitusi kita. Ini adalah usaha bersama terbesar milik rakyat Indonesia. Tapi ketika Bumiputera bermasalah, pemerintah tidak peduli.
Di RUU P2SK, pemerintah memilih untuk menutup pintu bagi Uber baru dan hanya memberi celah sedikit bagi Uber lama untuk bernapas. Tidak ada jaminan untuk menyatakan bahwa ukuran kesehatan yang diberlakukan untuk Uber selama ini keliru. Oknum pemerintah yang menyusun regulasi tampaknya tidak memahami Uber. Preferensi mereka dalam mengatur industri asuransi semata adalah preferensi Perseroan Terbatas, perspektif kapitalis.
Alih-alih belajar tentang Usaha Bersama. Mungkin lebih mudah membuat aturan mengerdilkan atau mematikan Uber satu-satunya di Indonesia.