Oleh : Gus Raharjo
Sisi arogansi Prabowo rupanya tak bisa sembuh. Bahkan sepertinya tabiat itu sudah melekat kuat, menjadi karakternya yang paling menonjol. Prabowo memang tak pernah mengalami kehidupan yang keras, terbiasa melihat orang lain lebih rendah, dan itu ternyata bisa memupus kepekaan dirinya, satu hal paling penting kenapa kita disebut manusia.
Aku sama sekali tidak mempersoalkan kehidupan pribadi Prabowo. Mau dia tempramen, tak punya empati, penyuka kuda, kaya raya, itu mutlak urusannya, bukan urusanku. Namun Prabowo adalah salah satu capres yang ikut kontestasi, calon pemimpin, itulah yang sangat mengganggu pikiranku.
Setelah beberapa waktu lalu kita dikejutkan makian kasar Ndasmu Etik, sekarang kita kembali dipertontonkan Prabowo mengeluarkan makian Goblok hingga Tolol di depan relawannya, di acara konsolidasi. Rupanya Prabowo masih sangat dendam saat kalah dalam debat kemarin. Bayangkan, orang dengan tabiat semacam itu kemudian memimpin sebuah negara.
Aku pribadi merasa menyerahkan negara di tangan orang yang arogan sama saja kita menyerahkan ikan kepada kucing liar. Negara ini akan dilumat habis tak tersisa.
Peganganku sederhana: kepekaan dan empati adalah syarat mutlak yang harus dimiliki seorang pemimpin. Sebab ia akan dihadapkan pada banyak karakter manusia lengkap dengan persoalannya masing masing. Belum lagi permasalahan sosial yang dihadapi bangsa ini. Hanya keluasan hati dan pikiran jernih yang bisa menuntun seorang pemimpin untuk melahirkan kerja-kerja kebaikan.
Jika pemimpin dengan enteng menonjolkan sisi arogansinya, tentu kebijakan yang dilahirkan pun porsinya jauh lebih besar berdasarkan ego pribadi ketimbang kebutuhan rakyat. Dan sudah pasti pemimpin semacam itu tidak bisa dikritik. Rakyat lah yang disuruh mengikuti semua keinginannya, bukan sebaliknya. Bahkan itulah cikal bakal lahirnya karakter kepemimpinan yang otoriter.
Buzer Prabowo sudah mati-matian membranding dirinya sebagai sosok yang sabar dan penyayang. Sudah mengucurkan banyak duit untuk membangun itu. Bahkan saat Prabowo tak berkutik dalam debat soal pertahanan, mereka langsung ramai-ramai bikin narasi Prabowo penyabar, sampai drama nangis segala. Namun tiba-tiba yang dibranding mati-matian itu justru memunculkan watak aslinya yang sangat arogan, pendendam, dan tempramen. Hancur sudah semua citra itu.
Jujur, rasanya memang sangat menggelikan melihat kubu Prabowo menipu rakyat. Tapi sisi baiknya dari kasus Prabowo kita bisa belajar, bahwa kebusukan, ditutupi dengan cara apapun baunya akan tetap terendus.