Oleh : Faizal Assegaf
Kritikus
Dua tokoh itu dipilih rakyat. Hanya beda peran, tapi sama-sama punya legitimasi politik. Presiden Jokowi sangat agresif dan mendominasi. Pak Wapres semakin low batt.
Di era rezim Soekarno yang otoriter, Muhammad Hatta sebagai Wapres memilih berbeda. Sosok yang tenang dan kharismatik. Hatta punya keimanan, martabat dan istiqomah membela kepentingan rakyat.
Pada masa kekuasan diktator Orba, tampil gagah Adam Malik hingga BJ Habibie. Bersikap elegan dan merangkul rakyat. Kedua Wapres tersebut berusaha mencegah kebrutalan kekuasaan Soeharto.
Memasuki era reformasi, Wapres Megawati bernyali untuk menyingkirkan Presiden Gus Dur. Sementara Jusuf Kalla sangat lincah dan banyak akal. Dua kali jadi Wapres, efektif imbangi pengaruh SBY dan Jokowi.
Ihwal peran Ma’ruf Amin, seolah terpasung ketakutan. Nyaris dinilai publik bagai macan ompong di sangkar emas. Hanya sesekali nongol agar terlihat ada di ruang publik. Selanjutnya lebih memilih pasif.
Ma’ruf Amin sangat tua renta dan oleng sejak dipaksakan jadi Wapres. Hampir lima tahun tak punya gebrakan yang signifikan. Cuma setia melempar senyum, gunting pita dan mengeja aneka pidato sekedar bunyi.
Walhasil, lembaga strategis Wakil Presiden menjadi redup, bisu dan mirip tempat semedi. Di ruang itu, triliun rupiah uang rakyat terkuras. Terkesan hanya menikmati gaji besar, fasilitas dan lezatnya kekuasaan.
Andai Ma’ruf Amin punya nurani dan rasa cinta pada rakyat, tentu tidak berdiam. Membisu dan membiarkan kekuasaan Jokowi bertindak semena-mena. Sangat prihatin, negara makin amburadul, sang kiyai bungkam.
Tegas memimpin MUI, loyo di kursi Wapres…!
#presiden
#jokowi
#wapres
#ma’rufamin
#sby
#kiyai
#adammalik
#gusdur
#jusufkalla