Oleh : Asikin CHALIFAH
Ketua DPW PERHIPTANI DIY
Kejadian Outbreak PMK Di Jatim dan Aceh
Yogyakarta – Setelah menyatakan bebas PMK pada tahun 1986 dan dikuatkan oleh badan dunia yang menangani kesehatan hewan internasional pada tahun 1990, tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan berita wabah _(outbreak)_ PMK pada ternak sapi di 4 (empat) kabupaten di Provinsi Jatim dan 2 (dua) kabupaten di Provinsi Aceh. Meski dinyatakan tidak membahayakan bagi kesehatan manusia, tetapi PMK dapat menular dengan cepat dan mengakibatkan kematian pada ternak besar dan kecil seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi, sehingga dapat menimbulkan kerugian besar pada peternak di Indonesia. Kejadian wabah _(outbreak)_ PMK pada sapi ini tentu memerlukan kesigapan dari pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI dan PEMDA untuk melakukan pemusnahan terbatas, karantina wilayah berbasis kandang, dan pengawasan secara ketat untuk mencegah penularan dari daerah wabah _(outbreak)_ PMK sapi ke daerah-daerah lain terutama sentra ternak besar dan kecil di Indonesia. Hal ini mengingat penularan PMK yang disebabkan oleh jenis virus tertentu adalah melalui lalu lintas daging dan ternak terinfeksi, termasuk melalui udara yang dapat mencapai radius hingga ratusan kilometer baik di darat maupun di lautan. Pengawasan secara ketat juga perlu dilakukan pada kegiatan pemasukan dan pengeluaran ternak serta bahan asal hewan dari dan ke luar negeri. Selain itu, Kementerian Pertanian RI bersama PEMDA perlu melakukan kegiatan edukasi, sosialisasi dan pendampingan/pengawalan kembali pada peternak untuk mengenali gejala klinis, mencegah dengan biosekuriti dan medis, mengobati serta mengendalikan kemungkinan terjadinya penularan PMK, terutama pada daerah-daerah yang sesuai dengan indikasi geografis tertentu menjadi penyebab PMK pada populasi ternak seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi Selatan.
Kejadian wabah _(outbreak)_ PMK pada sapi ini belakangan patut diduga karena pemerintah memberikan kelonggaran terhadap regulasi terkait dengan impor daging ternak dan bahan asal hewan dari negara-negara yang disinyalir masih belum bebas dari PMK seperti Brazil dan India. Semua ini menurut informasi karena dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mendapatkan daging ternak besar dan kecil dengan harga yang lebih murah.
PMK seperti diketahui
merupakan salah satu penyakit pada ternak besar dan kecil yang menakutkan di berbagai negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia yang secara historis pernah terjasi wabah _(outbreak)_ PMK. Di Indonesia, PMK pernah mewabah pada tahun 1962 di Bali dan kemudian pada tahun 1973 di Sulawesi Selatan. Setelah sekian puluh tahun pemerintah dengan para pihak terkait bekerja keras untuk membebaskan Indonesia dari PMK, kini muncul kembali wabah _(outbreak)_ PMK di Provinsi Jatim dan Aceh. Untuk itu, diperlukan kegiatan penelitian yang mendalam untuk menghasilkan obat dan vaksin yang tepat, selain mempertimbangkan kembali impor daging ternak dan bahan asal hewan dari negara-negara yang belum sepenuhnya bebas dari PMK. Hal ini sangat penting karena kejadian wabah _(outbreak)_ PMK pada terbak besar dan kecil selain akan mengurangi populasi secara drastis, juga dapat mengganggu industri pangan yang berbasis pada penyediaan daging ternak dan bahan asal hewan, baik untuk kepentingan pemenuhan dalam negeri maupun luar negeri (ekspor). Kegiatan ekspor mungkin saja akan terganggu terutama pemberlakuan kebijakan yang ketat dari negara-negara yang selama ini sudah bebas dari PMK. Kondisi ini dipastikan akan berimplikasi pada dinamika pertumbuhan ekonomi nasional.