PEMAKZULAN JOKOWI ASPIRASI SAH, LEGAL DAN KONSTITUSIONAL

Opini1609 Views

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

PASCA penulis mengirimkan surat ke DPR RI agar dapat diagendakan audiensi dengan Pimpinan DPR RI dan seluruh Fraksi DPR RI, sejumlah tokoh menelpon penulis. Pada umumnya, semua memberikan apresiasi dan dukungan atas langkah yang ditempuh oleh TPUA yang merespons pernyataan Puan Maharani, beberapa hari lalu, dengan mengajukan audiensi.

Penulis sendiri diminta oleh Bang Eggi Sudjana untuk segera mengirimkan surat, agar Senin 22 Januari 2024 audiensi tersebut dapat teragenda di DPR RI. Meskipun nantinya, kami tetap akan mendatangi DPR RI Senin depan, sesuai dengan jadwal audiensi yang kami usulkan.

Namun, penulis menyayangkan pernyataan Prof Yusril Ihza Mahendra, yang memframing seolah-olah, menyampaikan aspirasi Pemakzulan Presiden Jokowi adalah tindakan yang ilegal, tidak sah dan inkonstitusional. Padahal, aspirasi pemakzulan Jokowi jelas aspirasi yang sah, legal dan konstitusional.

Alasannya, adalah sebagai berikut:

Pertama, dalam konstitusi diatur norma pemberhentian Presiden dan/atau wakil Presiden. Itu artinya, aspirasi Pemakzulan atau pemberhentian Presiden tidak melanggar konstitusi (konstitusional).

Dalam pasal 7A UUD 1945 disebutkan: “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

Justru wacana/aspirasi Presiden tiga periode dan tunda Pemilu adalah aspirasi yang inkonstitusional. Sebab, konstitusi membatasi jabatan Presiden maksimal dua periode dan mewajibkan Pemilu setiap lima tahun sekali.

Kedua, menyampaikan pendapat atau aspirasi pemakzulan Jokowi adalah bentuk hak konstitusi yang dijamin oleh negara. Tidak ada larangan atau sanksi bagi orang yang menyampaikan pendapat/aspirasi.

Bahkan, Pasal 28 UUD 1945 malah menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Ketiga, saluran aspirasi untuk menyampaikan aspirasi Pemakzulan Presiden Jokowi adalah ke DPR, mengingat DPR bersama MK dan MPR adalah tiga lembaga yang berwenang menangani masalah Pemakzulan Presiden.

Dalam hal ini, Pasal 7B ayat (1) UUD 45 menyatakan: “Usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.”

Jadi, apa salahnya menyampaikan aspirasi pemakzulan Jokowi? Apa salahnya datang ke DPR dan meminta DPR sebagai lembaga wakil rakyat untuk menindaklanjutinya?

Beda soal, kalau aspirasi itu bentuknya meminta menggantung Jokowi, itu jelas Inkonstitusional. Bermasalah pula, jika cara memberhentikan Jokowi dengan menyandera keluarga Jokowi dengan ancaman jika Jokowi tidak berhenti dari jabatan Presiden, keluarganya akan dibunuh. Ini juga tindakan Inkonstitusional.

Sementara itu, penyampaian aspirasi pemakzulan Presiden Jokowi, apalagi aspirasi itu disampaikan kepada DPR, jelas-jelas merupakan aspirasi yang sah, legal dan konstitusional. Jadi, jangan dipolitisasi dan diframing sebagai sebuah kejahatan, Inkonstitusional, apalagi ditafsirkan makar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *