MENGAWAL PASAR & INDUSTRI DALAM NEGERI

Opini1162 Views

Oleh : Gusmardi Bustami
Pengamat Kebijakan Perdagangan, Dirjen PEN (2012-2013)

Hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia mem punyai kebijakan perdagangan menjaga atau mengawal pasar dan industri dalam negerinya.

Karena sangat penting untuk menjaga persaingan yang sehat dan terbuka terhadap masuknya produk dari negara lain untuk beredar dipasar dalam negeri dan akan berhadapan dengan produk serupa yang diproduksi oleh industri lokal baik berupa produk manufaktur maupun produk pertanian.

Indonesia telah meratifikasi tentang Pendirian World Trade Organization (WTO) beserta Perjanjian Perdagangan Multilateral dengan UU No. 7/1994 Lembaran Negara No. 57 tanggal 2 November 1994.
Dengan telah diratifikasinya perjanjian tersebut berarti telah menjadi bagian dari hukum nasional. Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan UU No. 7/2014 tentang Perdagangan, yang intinya memperkuat dan lebih memperjelas pelaksanaan perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.

Dengan demikian, semua kebijakan perdagangan Indonesia harus mengacu kepada kedua UU tersebut. Deklarasi pendirian WTO di Marakesh, Maroko tahun 1994 menyebutkan tujuan perdagangan yang terbuka dan berkeadilan adalah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan untuk rakyat di semua negara anggota WTO.

Terdapat pula asas ‘National Treatment’. Artinya, tidak dibenarkan membuat perlakuan berbeda produk impor dan produk lokal apabila telah beredar di pasar dalam negeri. Apalagi ada wacana menetapkan pelabuhan tertentu untuk impor produk tertentu yang diduga untuk mempersulit masuknya pro-duk tertentu ke Indonesia.

Agar terhindar dari praktik perdagangan yang curang dengan maksud untuk menguasai pasar yang ber-ujung hancurnya industri di dalam negeri, terdapat beberapa perangkat yang bisa dilakukan. Pertama, antidumping. tindakan ini sering dipakai oleh suatu negara untuk melindungi pasar dan industri dalam negeri. Pemerintah dapat menetapkan bea masuk antidumping sementara.

Apabila tidak terbukti dum-ping atau bea masuk anti-dumping sementara terlalu tinggi maka pemerintah harus mengembalikan pungutan kelebihan tarif dumping kepa-da importir yang dituduh. Kedua, tindakan peng-aman.

Berbeda dengan antidumping,
Otoritas Pengaman Perdagangan biasanya lebih proaktif melihat keadaan pasar dan industri dalam negeri dari suatu produk yang diperdagangkan di dalam negeri dengan meng-analisa data impor suatu produk tertentu dan juga menganalisa industri produk serupa di dalam negeri.

Bea masuk tindakan pengaman juga dapat ditetapkan secara sementara, apabila perhitungan besaran secara definitif belum selesai ditetapkan. Ketiga, pajak imbalan.

Tindakan ini dilakukan apabila diketahui suatu produk yang diimpor dari suatu negara diduga adanya subsidi untuk meningkatkan daya saing. Untuk tindakan ini sangat dibutuhkan intelijen pasar dan memberikan infor-masi yang tepat dengan bukti pendahuluan yang meyakin-kan.

Keempat, tarif dan non tar-rif measures. Indonesia telah mengikatkan tarif impor seki-tar 95% mata tarif dengan rata-rata tingkat tarif sebesar 6% dan dapat dinaikkan tarif rata-rata menjadi sekitar 40% yang dapat dilihat dalam Schedule XXI.

Kelima, Surat Keterangan Asal (SKA). WTO belum berhasil sampai saat ini membuat formula yang ber-laku untuk semua anggota untuk produk yang eligible mendapatkan preferensi dalam bentuk pembebasan atau penurunan tarif impor. Pemberlakuan SKA diserahkan kepada anggota.

Keenam, labeling dan packaging. Setiap negara menen-tukan bentuk atau bahasa yang dicantumkan dalam label pada suatu produk dengan maksud memberikan penjelasan atau perlindungan kepada konsumen. Dengan demikian, apabila terdapat produk pakaian jadi yang dibungkus tidak sesuai ketentuan, harus dianggap ilegal dan ditolak masuk.

Perangkat-perangkat di atas belum digunakan secara baik oleh Indonesia yang ditengarai ketidakpahaman peng-ambil kebijakan yang belum memadai.

Seperti tindakan antidumping dan pengamanan perda-gangan yang tiba-tiba akan dikenakan pajak impor 200%, kemudian adanya tim barang ilegal dan terakhir akan menentukan pelabuhan tertentu untuk impor produk tertentu, serta berbagai aturan lain-nya termasuk Perpres 61/2024 tentang neraca komoditas serta berbagai proses perizinan yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Semua kebijakan tersebut mengakibatkan kepercayaan internasional menurun, karena semua perjanjian interna-sional yang sudah disepakati dan diratifikasi tidak dipatuhi. Pemerintahan baru diharapkan meninjau ulang semua kebijakan perdagang-an dan tidak lagi terkesan seperti pemadam kebakaran, serta perbaikan organisasi KADI dan KPPI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *