Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Catatan Pengantar Deklarasi Bersama Advokat, Tokoh, Ulama, Aktivis & Elemen Masyarakat Sipil/Civil Society
Alhamdulillah, hingga tulisan ini diterbitkan, sudah ada 91 nama advokat, tokoh, ulama dan aktivis yang namanya turut menyetujui isi Deklarasi Bersama, yang akan disampaikan nanti pada hari Sabtu (18/5). Substansi deklarasi adalah pernyataan sikap yang tegas, mengambil peran kritis dan korektif terhadap kepemimpinan Prabowo Gibran.
Mengapa sikap ini diambil?
Latar belakangnya adalah karena miris, sekaligus prihatin. Parpol yang semestinya menjadi lembaga penyeimbang kekuasaan melalui kader mereka di parlemen, mengambil peran Chekcks & Balances terhadap kekuasan eksekutif, faktanya malah berlomba-lomba ingin menjadi stempel politik eksekutif, dengan merapat ke kubu kekuasan.
Sebagaimana diketahui bersama, Partai NasDem, PKB & PKS malah berusaha merapat ke kekuasaan Prabowo Gibran, setelah Capres yang mereka usung kalah. Semestinya, Parpol yang kalah Pilpres baik dikubu 01 maupun 03, mengambil peran strategis sebagai parpol oposisi. Tapi kenyataannya tidak demikian, Parpol justru berebut bagian kue kekuasaan, kendati sebelumnya menjadi rival politik dalam Pilpres.
PDIP juga belum mengambil sikap tegas, masih menunggu Rakernas. Sementara PPP perannya sudah tak dapat diharapkan di parlemen, usai PPP tak lolos parlemen dalam Pemilu 2024. Bahkan, PPP juga berusaha masuk koalisi Prabowo Gibran, kendati tidak terlalu diperhatikan karena tidak memiliki posisi tawar, karena tidak lagi memiliki kursi di Parlemen/DPR.
Melihat situasi itulah, kami para Advokat, Tokoh, Ulama, Aktivis dan kelompok masyarakat sipil prihatin sekaligus khawatir. Siapa kelak yang akan mengontrol kekuasan Prabowo Gibran? Kalau parpol semua hanya berorientasi pada kekuasaan, siapa yang akan memikirkan kepentingan rakyat?
Apalagi, Prabowo Gibran berkomitmen melanjutkan legacy kepemimpinan Presiden Jokowi. Padahal, kita ketahui bersama di Era Jokowi massif terjadi kriminalisasi terhadap elemen masyarakat sipil yang memiliki pendapat berbeda. Sejumlah tokoh, ulama dan aktivis banyak yang masuk penjara atau setidaknya dipersoalkan secara hukum di era rezim Jokowi, saat mereka menggunakan hak konstitusinya untuk menyampaikan pendapat.
Kami merasa khawatir dan berkepentingan untuk mengantisipasi, agar kriminalisasi yang marak di era rezim Jokowi tidak berlanjut di era Prabowo Subianto. Kalaupun itu tetap terjadi, kami telah menyiapkan serangkai langkah antisipasi, termasuk membangun sinergi antar advokat, tokoh, ulama dan aktivis, untuk saling menjaga, membela dan saling melindungi.
Alhamdulilah, sejumlah advokat, tokoh dan Ulama, seperti Eggi Sudjana, Refly Harun, Alvin Lim, Edy Mulyadi, Aziz Yanuar, Ismar Syafrudin, Buya Fikri Bareno, Ust Slamet Ma’arif, Ust Yusuf Muhammad Martak, Juju Purwantoro, Ust Bukhari Muslim, dan sejumlah tokoh lainnya bersedia untuk berkumpul dan menyampaikan pandangan dan sikap politik terhadap situasi politik ini.
Perlu diketahui, deklarasi ini tidak dilatarbelakangi oleh kekecewaan karena kalah Pilpres, bukan pula bentuk pengakuan kemenangan Prabowo Gibran baik secara eksplisit maupun implisit. Deklarasi bersama dibuat semata karena dorongan tanggungjawab sebagai bagian dari anak bangsa, yang mencoba memberikan ikhtiar agar hak konstitusional setiap warga negara tetap dihormati penguasa.
Sikap kami jelas, tetap kritis dan korektif. Tidak mendukung, atau taklid buta. Tidak pula mencari posisi agar mendapat bagian dari remah kue kekuasaan. Kami tetap konsisten berdiri diatas kepentingan rakyat, yang memiliki hak konstitusional, yang wajib dijaga dan dilindungi dari upaya pembungkaman dan kriminalisasi.