MEGAWATI HANYA BENCI JOKOWI, BUKAN BENCI KEKUASAAN

Opini1287 Views

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Jokowi end, itu pasti. Sisa kekuasaan Jokowi hanya hingga Oktober 2024. Setelah itu, Jokowi bukan siapa-siapa. Prabowo, juga akan resmi menjadi pemegang otoritas tertinggi, bukan Jokowi.

Megawati, memang menolak bertemu Jokowi. Tapi jangan ditafsirkan, Megawati menolak bergabung di pemerintahan.

Jadi, meski Mega mengirim Amicus Curiae ke MK, bukan berati Mega akan habis-habisan melawan Pemilu curang. Setelah putusan MK, semua berakhir. PDIP dibawah kendali Mega, akan mengambil peran Prabowo dan Gerindra pada Pilpres 2019 lalu, yakni merapat ke kekuasaan.

Kalau dulu, Mega hidangkan nasi goreng di Jl Teuku Umar untuk Prabowo. Nanti bisa saja, gantian Mega diajak Prabowo touring berkuda di Hambalang. Setelah itu, negosiasi kekuasaan.

Jokowi, habis manis sepah dibuang. Bukan hanya akan dibuang Prabowo, yang jelas pasti dibuang Mega. Nyaris, tak ada satupun alasan untuk menerima Jokowi kembali ke PDIP.

Jadi, kalau Megawati tak mau ketemu Jokowi di hari raya ini, itu bukan maunya Hasto. Bukan pula maunya Ranting PDIP. Tetapi, memang Megawati sudah emoh pada Jokowi.

Jokowi saat ini, hanya tinggal menikmati sisa kekuasaan yang sudah menjelang ajal. Jokowi, ibarat pasien kangker Ganas yang divonis mati, tinggal menunggu ajal kekuasaan itu tiba, yang waktunya jelas hanya sampai Oktober 2024.

Terkait dengan Mega dan PDIP, jangan berasumsi mereka akan menjadi oposisi. Jangan pula, berfikir PDIP akan all out melawan kecurangan dan membatalkan kemenangan Prabowo.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Semua, hanyalah manuver untuk meningkatkan daya tawar, sebelum akhirnya merapat pada kekuasan. 10 tahun berkuasa, membuat PDIP lupa peran oposisi, dan tak mau kehilangan kesempatan menikmati legitnya kue kekuasaan.

Sedangkan para pendukung dan relawan, setelah pengumuman putusan MK akan ambyar. Seluruh perjuangan hanya akan dimanfaatkan oleh elit untuk tujuan kekuasaan.

Setelah Jokowi berakhir pada Oktober 2024, bukan berarti penderitaan rakyat di negeri ini juga akan berakhir. Penderitaan rakyat akan tetap abadi, karena sistem sekuler yang membuat rakyat menderita, dilanjutkan oleh kekuasan pengganti.

Begitulah, nasib umat Islam. Akan selalu jadi tumbal politik, sepanjang sistem demokrasi sekuler yang mengatur. Kecuali, umat Islam diatur dengan syariah Islam, barulah keadilan dan kesejahteraan akan hadir menyelimuti kehidupan umat Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *