Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Catatan Pengantar Keempat, Deklarasi Bersama Advokat, Tokoh, Ulama, Aktivis & Elemen Masyarakat Sipil/Civil Society
Ada perbedaan antar kriminalisasi dengan politisasi. Kriminalisasi adalah aktivitas yang sah, legal dan konstitusional namun dinarasikan kejahatan dan diproses oleh aparat penegak hukum. Pasal yang dijadikan sarana kriminalisasi biasanya dengan Pasal Hoax, Kebencian dan SARA (KUHP & UU ITE), pencemaran nama baik (KUHP maupun ITE), teroris (UU Terorisme), termasuk delik makar dan melawan Pancasila (KUHP & UU Ormas).
Karena itu, kasus-kasus hukum yang menjerat sejumlah tokoh & Aktivis, ulama & Advokat, baik dalam status LP, penyidikan polisi, hingga vonis pengadilan, seperti yang dialami para ulama contohnya HABIB RIZIEQ SHIHAB, USTADZ FARID OKBAH, USTADZ AHMAD ZAIN AN NAJAH, USTADZ ANUNG AL HAMMAT, USTADZ ABDUL QADIR BARADJA, GUS NUR, juga yang dialami oleh para aktivis seperti ROCKY GERUNG, CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE, ROY SURYO, HARIS AZHAR, FATIA MAULIDIYANTI, juga yang dialami para advokat seperti terhadap EGGI SUDJANA & ALVIN LIM, dan sejumlah aktivis lainnya, dapat dikategorikan sebagai TINDAKAN KRIMINALISASI.
Karena apa yang dilakukan oleh para Ulama, Aktivis, Advokat tersebut adalah aktivitas konstitusional yakni aktivitas menjalankan hak konstitusi dalam ranah kemerdekaan menyampaikan pendapat dan kewajiban dakwah sebagai hak beribadat bagi umat Islam, yang kemudian dinarasikan sebagai kejahatan dan diproses hukum dengan menggunakan pasal Hoax, Kebencian dan SARA (KUHP & UU ITE), pencemaran nama baik (KUHP maupun ITE), teroris (UU Terorisme), termasuk delik makar dan melawan Pancasila (KUHP & UU Ormas).
Adapun politisasi adalah suatu kejahatan yang memang melanggar hukum, tapi ditindak karena beda preferensi politik dengan penguasa. Biasanya, kasusnya diproses dengan delik korupsi (UU Tipikor). Kasus yang dialami oleh JGP dan SYL kader NasDem, adalah contoh politisasi, bukan kriminalisasi.
Mereka memang melakukan kejahatan (korupsi), namun proses hukum terhadap mereka karena partai mereka mengambil sikap politik yang berbeda dengan penguasa (Jokowi). Yang melakukan korupsi seperti mereka sebenarnya banyak, dan nyaris semua ada di berbagai parpol. Namun, yang lain tidak diproses (politisasi), karena tunduk dengan kehendak Jokowi atau setidaknya memiliki posisi tawar yang lebih kuat ketimbang JGP dan SYL.
Untuk kasus politisasi, publik tidak perlu merasa prihatin dan berempati. Karena dasarnya memang ada kejahatan (korupsi) yang dilakukan. Kami, tidak akan terlalu cawe-cawe dalam kasus yang seperti ini.
Biarkan saja aparat hukum menjalankan tugasnya. Biarkan saja, para politisi bertarung menggunakan kekuasaannya untuk saling menerkam dan menelanjangi. Kita sebagai rakyat cukup menonton dan ikut menjadi pemandu sorak saja dalam kasus politisasi seperti ini.
Namun, kriminalisasi yang masif di era Jokowi, seperti yang terjadi dan dialami oleh HABIB RIZIEQ SHIHAB, USTADZ FARID OKBAH, USTADZ AHMAD ZAIN AN NAJAH, USTADZ ANUNG AL HAMMAT, USTADZ ABDUL QADIR BARADJA, GUS NUR, ROCKY GERUNG, CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE, ROY SURYO, HARIS AZHAR, FATIA MAULIDIYANTI, EGGI SUDJANA, ALVIN LIM, Dll, tidak boleh di diamkan. Mereka semua bukan penjahat, mereka adalah bagian dari anak bangsa yang ingin terlibat memperbaiki negeri ini dengan perspektif dan pendapat yang mereka yakini.
Kriminalisasi model inilah, yang kami khawatirkan akan dilakukan oleh kekuasan Prabowo Gibran. Karena itu, kami berupaya menghimpun sejumlah Advokat, Tokoh, Ulama, Aktivis & Elemen Masyarakat Sipil/Civil Society, untuk bersinergi mengambil tindakan preventif.
Memang benar, Prabowo belum tentu akan represif seperti rezim Jokowi. Namun, tak ada pula jaminan Prabowo tidak akan represif, bahkan melampaui represi era Jokowi. Terakhir, Prabowo menggunakan diksi ‘jangan menggangu’ pada kekuasan yang sedang ia konsolidasi.
Poinnya bukan pada apakah Prabowo akan represif atau tidak, melainkan pada kesiapan dan antisipasi Elemen Masyarakat Sipil untuk siap menghadapi rezim berikutnya, apapun corak dan karakternya. Kegelisahan akan diteruskannya legacy represif era Jokowi inilah, diantara sebab yang melatarbelakangi diadakannya agenda Deklarasi bersama pada hari Sabtu, tanggal 18 Mei 2024 besok.
Kehadiran sejumlah Nara Sumber sudah dikonfirmasi. Dukungan dokumen deklarasi, juga sudah mencapai angka 134 tokoh. Semoga, acara ini berjalan dengan sukses.