Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
“Saling menyerang enggak apa-apa tapi kebijakan, policy, visinya yang diserang. Bukan untuk saling menjatuhkan dengan motif-motif personal. Saya kira enggak baik dan enggak mengedukasi,” [Jokowi, 8/1]
Jokowi turun gunung, ikut intervensi aturan debat KPU, berdalih serangan personal. Menurutnya, serang menyerang harusnya pada kebijakan.
Prabowo memang diserang Anies, bukan hanya soal kebijakan. Tetapi juga personal. Tanah Prabowo yang luas, yang sebenarnya itu property personal tak terkait kebijakan, diungkit Anies. Anies menggunakan ungkapan yang menohok, Prajurit TNI 50 % belum punya rumah dinas (ngenger), menterinya punya lahan 340.000 Ha.
Usul Jokowi sih oke saja, usul yang bijak. Sayangnya, itu tak sesuai fakta. Hanya gimmick dan bohong saja.
Pasalnya, saat debat Pilpres 2019 lalu Jokowi juga menyerang personal Prabowo. Jokowi Sebut Prabowo Punya Lahan 220.000 H di Kaltim dan 120.000 H di Aceh Tengah. Lalu, apa bedanya dengan Anies?
Penampilan Prabowo pada debat Pilpres ketiga ini memang memprihatinkan. Prabowo, kalah jauh dengan penampilan Gibran. Prabowo, meskipun kenyang asam garam pertahanan, ternyata pertahanannya berantakan dibobol Anies dan Ganjar.
Prabowo bertahan, untuk menghindari dampak lebih menyakitkan, dengan berdalih data pertahanan rahasia negara. Disatu sisi, Prabowo klaim data yang disuguhkan Ganjar dan Anies salah.
Jadi, kekhawatiran Jokowi bukan pada debat tak berkualitas karena serang personal. Melainkan, dia takut Prabowo kalah dan dampaknya ke anaknya, Gibran yang juga akan ikut terseret ke laut.
Sampai Jokowi tidak sadar. Permintaannya agar format debat diubah, adalah wujud intervensi dan ketidaknetralan. Sekaligus, serangan politik pada Anies yang dianggap menyerang Prabowo secara personal.
Sayangnya, problemnya bukan pada serangan Anies atau Ganjar. Tapi lebih kepada faktor kelemahan Pertahanan Prabowo. Baru diserang Capres saja sudah loyo, tak mampu bermanuver menyerang balik, selain pamer emosi sebagai konfirmasi kekalahan dan ketidakberdayaan.
Sampai-sampai Prabowo harus dibopong oleh Muthia Hafidz, kolega dari koalisinya, untuk ngumpetin data kemenhan. Padahal, yang diminta data publik, data anggaran yang ada dalam alokasi APBN, bukan data rencana strategi pertanahan Kemenhan untuk menyerang OPM.
Sudah ditolongin banyak orang, tapi tetap tak tertolong. Karena bolong dan kelemahan pertahanan Prabowo terlalu besar celahnya. Jadi, meskipun dia Menhan, tapi tak punya daya dan kapasitas untuk bertahan. Sekalipun hanya bertahan dalam debat Pilpres, sampai Jokowi harus turun gunung untuk memagari dan membentengi.