Oleh : Faizal Assegaf
Kritikus
Gus Dur menjual sisa warisan politiknya sebagai keturunan Hasyim Asy’Ari, pendiri Ormas NU. Watak primodialime akut demi kampanye PKB, hasilnya cuma raih 10 juta suara.
Angka itu mempermalukan ormas NU yang sering berbohong bahwa pengikutnya lebih dari 100 juta. Dan celakanya, saat Gus Dur ditendang dari PKB oleh Cak Imin (ponakan), pada Pileg 2009 suara PKB bertahan di angka 5 juta.
Artinya, pengaruh Gus Dur, nama besar Hasyim Asy’Ari dan Ormas NU tidak signifikan. Tapi menariknya, ketika Cak Imin merangkul habaib, melawan rezim Jokowi dan usung isu anti korupsi di Pileg 2024, PKB meraih 16 juta suara.
Pengkultusan pada Hasyim Asy’Ari, Gus Dur dan Ormas NU tidak beda dengan pemujaan membabi-buta pada dinasti Jokowi. Modusnya sama, Jokowi diklaim oleh lembaga survei pro Istana bahwa 80 persen rakyat mendukungnya.
Faktanya, rakyat melakukan perlawanan dan hasilnya terbukti PSI yang disponsori Jokowi hanya meraih 2,8 persen. PSI yang dipimpin langsung oleh putera Presiden, sokongan dana besar dan jaringan kekuasaan, justru tidak laku.
Menariknya, data kajian di Partai Negoro, terungkap sebagian loyalis Jokowi dan pentolan ormas NU, kini makin bersenyawa. Bersekutu menyebarkan kebencian pada kalangan habaib secara brutal. Tujuannya: Melindungi kejahatan Jokowi.
Mereka panik, sebab makin bergulirnya tuntutan rakyat yang menghendaki bila Jokowi turun dari kekuasaan, harus diseret ke meja hijau. Walhasil, loyalis Jokowi yang bertopeng NU bereaksi dan gencar menyerang habaib.
Mungkin mereka sadar, sebagian besar kalangan habaib dan kekuatan basis umat mulai menyatu. Bergerak dalam satu sikap untuk melawan perilaku korup, brutal dan hipokrit rezim dusta dinasti politik Jokowi.
Ancaman serius itu membuat Jokowi ketakutan dan terjebak di arus kebodohan segelintir loyalis NU. Semakin keras isu kotor disemburkan untuk membenci habaib, semakin masif dan membesar gerakan menuntut Jokowi diadili.
Jokowi merusak negara, kenapa habaib yang dibenci…?