Oleh : Prof. Tamrin Amal Tomagola
Pagi tadi saya menanggapI Bung Savic Ali di kicauan Twitter X.
Saya jelaskan bahwa sesungguhnya Jokowi lah yang punya rancangan besar untuk tetap bertahan di pucuk kekuasaan.
Langkah pertama yang dilakukan Jokowi adalah merangkul PS kedalam kabinetnya. Dia tahu, PS sangat kebelet jadi Preaiden walau berkali-kali kalah, PS tetap ngotot nyalon. Di Kemhan itu, sangat besar dana yang diperuntukkan untuk belanja Alutista. Senanglah PS dapat limpahan dana segitu besar.
Selain jadi Menhan, PS juga ditugaskan sebagai pelaksana pembangunan Food Estate, yang belakangan menurut Green Peace, gagal dan merusak lingkungan.
Setelah langkah pertama diatas, Jokowi mencoba membujuk Megawati agar memuluskan dia ke Periode Ketiga dengan merubah ketentuan Konstitusi. Megawati menolak mentah-menta. Pantang mundur, Jokowi kemudian mencoba membujuk GP agar bersedia menjadi Cawapres PS. Baik GP maupun PDI-P menolak tawaran pemasangan itu.
Akhirnya, dengan terlebih dahulu menempatkan adik-iparnya sebagai Ketua MK, Jokowi dan keluarganya nekad mengupayakan perubahan persyaratan umur lewat keputusan MK. Berhasil tapi juga menerima hujan hujatan dan kutukan se-Indonesia.
Upaya ini berhasil: Gibran berhasil lolos dan didaftarkan di KPU sebaga Cawapres nya PS. Sejak itu, Jokowi sendiri beserta keluarga dan anggota-anggota kabinetnya melakukan kampanye terselubung lewat bagi-bagi Bansos yang didaku sebagai bantuan pribadi Jokowi padahal Bansos itu menggunakan uang Negara/Rakyat. Jokowi dan jajarannya beberapa kali kepergok wartawan di lapangan. Ini jelas menunjukkan Jokowi dan jajaran nya tidak netral dalam kontestasi Pilpres 2024 ini.
Kehebohan demi kehebohan susul menyusul. Walau ramai dihujat publik, kafilah pengusungan Paslon 2 tetap bergeming meneruskan akrobat politik yang sangat merusak pakem-pakem ketata-negaraan sekaligus menabrak fatsun keadaban politik Demokrasi Konstitusuonal Indonesia.
Drama akrobat kontestasi Pilpres kemudian berlanjut di Arena Debat Capres/Cawapres. Demi mengimbangi penampilan PS dalam debat sebelumnya yang keteteran hingga wajahnya terbaca menahan tangis dikeroyok Paslon 1 dan Paslon 3, padahal materi yang diperdebatkan adalah soal Pertahanan, bidang tanggung-jawab PS dalam hampir lima tahun terakhir, Gibran melanjutkan taktik menjebak lawan debat dengan istilah-istilah dalam bahasa Inggeris yang terbukti berhasil dalam debat pertamanya.
Tapi kali ini, dalam debat cawapres, Minggu, 21 Januari 2024 lalu, hasilnya malah mengundang gelombang kutukan dari publik. Alih-alih mendapat apresiasi publik, gimik Gibran yang merendahkan secara tidak sopan terhadap Prof Mahfud MD, malah menuai sentimen negatif publik khususnya netizen dan fasbukers, terhadap Gibran yang dinilai kemlinthi, kemetak, dan keminter, arogan memuakkan.
Sentimen negatif yang dituai Gibran jelas bukan respons yang diinginkannya. Keadaan Gibran ini, kata teman di Twitter X, dalam bahasa Jawa, disebut: KECANGAR, maksudnya alih-alih hasil positif yang diraih malah meleset samasekali dan justru malah memanen hasil yang negatif. Di lain pihak, para pemirsa yang menonton debat Cawapres Minggu kemarin itu tanpa diinginkan malah terjebak dalam posisi: ikut terseret merasa malu, risih dan tidak nyaman menyaksikan demonstrasi ke-tidak-sopanan yang tidak disangka-sangka dipertontonkan secara mencolok di ruang publik. Posisi serba-salah, serba tidak nyaman, penuh malu publik ini dalam bahasa Inggeris lumrah dikenal demgan istilah : CRINGE !
Nah, hulu dari semua kehebohan Pilpres 2024 adalah di diri Jokowi yang telah memainkan peranan dalang dalam drama politik memalukan ini. Jokowi lah yang harus bertanggung-jawab.
Karena itu, saya usulkan kepada Bung Savic Ali dan para netizen umumnya agar serangan gugatan perlu diarahkan ke kredibilitas Jokowi apakah layak seorang Presiden melakukan cawe-cawe akrobat yang telah ia pertontonkan sejauh ini. Jokowi harus di delegitimasi secara publik di medaos untuk kemudian berlanjut ke delegitimasi hukum konstitusional.
BIla Jokowi telah didelegitimasi secara publik dan hukum-konstitusional, maka demgan sendirinya paslon yang didukungnya akan menuai sentimen negatif dari publik. Pada masa-masa dua Minggu menjelang 14 Februari 2024, semoga semakin bangak calon pemilih yang bertekad:
ASAL BUKAN PRABOWO
ASAL BUKAN SAMSUL !