Oleh : Rafriandi Nasution
Pengamat Politik
Berdasarkan jajak pendapat Litbang Kompas yang digelar 26-28 Februari 2024, sebanyak 62,2 % responden menyatakan setuju jika DPR menggunakan wewenangnya yakni hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 14 Februari 2024 lalu.
Sedangkan responden yang tidak setuju DPR menggunakan hak angketnya sebesar 33 persen, dan tidak tahu atau tidak menentukan pilihan sebanyak 4.8 persen.
Dalam hal pilihan dukungan hak angket PDIP, Nasdem, PKB, PKS dan PPP tersebut, merupakan pilihan yang tepat yang dapat dipertanggungjawabkan hasil akhirnya baik secara akademis maupun politik.
Sebaliknya jika parpol-parpol yang berada di kubu 02 menolak hak angket berarti siap-siaplah menghadapi hukuman rakyat pada saat proses politik lainnya misalnya pelaksanaan dalam momen Pilkada yang akan dihelat pada November 2024 mendatang.
Sebagaimana diketahui posisi Jokowi sudah berada di luar ring utama sehingga tidak ikut lagi jadi penentu utama, justru bisa-bisa diabaikan dan pada saatnya nanti terlupakan.
Untuk itu partai partai politik 02 seharusnya jangan takut dengan penggunaan hak angket, karena itu haknya DPR secara konstitusi yang diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan rakyat, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Pada posisi ini, partai Golkar sebagai partai yang memiliki suara yang kenaikan suaranya signifikan di pilpres 2024 berkisar 15%persen lebih jika dibandingkan pilpres 2019 berkisar 12% perlu mempertimbangkan untuk ikut terlibat menyetujui hak angket tersebut.
Apa keuntungannya jika Golkar setuju dengan hak angket, maka kepercayaan publik terhadap partai Golkar akan makin besar, dan itu akan dibuktikan apa yang menjadi pilihan Golkar pada pilkada November 2024 akan mendapat kepercayaan dan dukungan rakyat.
Yang kedua partai Golkar ikut serta dalam penggunaan hak angket akan mampu berperan dan menjadi penyeimbang di dalam pansus atau team kerja angket agar tetap terkawal pada koridor dan garis-garis pembuktian yang mengarah kepada permasalahan pilpres tersebut.
Tapi jika sebaliknya Golkar tidak terlibat dalam hak angket tersebut makà akan merugikan integritas dan nama besar Partai Golkar di mata rakyat.
Karena Golkar saat sekarang ini adalah partai yang tak punya beban besar dalam pilpres 2024, karena tak ada calon presiden dan wakil presiden yang asli dari partai Golkar, Airlangga Hartarto tidak lanjut sebagai calon presiden.
Sidangkan Gibran sampai saat ini tidak juga mau menggunakan jaket kuning itu artinya kesalahan Gibran yang telat memutuskan dirinya dalam pilihan partai politik stelah tidak diakui lagi oleh PDIP.
Jadi Golkar secara normatif lebih bisa lincah dan mampu bermanuver untuk memainkan kepentingan politiknya di dalam hak angket tersebut.
Dan jika Golkar ikut memutuskan gabung kedalam koalisi hak angket di DPR secara terbuka akan menjadikan hak angket lebih cepat proses politiknya terselesaikan.
Pihak-pihak aparatur baik TNI-Polri akan bermain cantik mengikuti langgam kecenderungan politik dimenangkan sesuai konstitusi yang sah.