Pontianak, PBSN – Belakangan, nama paling sering disebut, Mariana. Ada Dina Mariana, Lilis Mariana, dan yang terkenal Lisa Mariana. Namun, kali ini saya bukan membahas nama-nama itu, melainkan Palung Mariana. Kopi liberika masih setia menemani, yok kita selami palung ini.
Palung Mariana. Ini adalah jurang maha dalam. Ya, semacam lubang resapan super ambisius milik alam semesta. Tempat di mana tekanan air bisa membuat kaleng sarden langsung trauma, dan cahaya matahari pun ogah mampir karena takut kehilangan harga diri. Ingat, ini lubang ya, bukan lobang.
Terletak di barat Samudra Pasifik, dekat Kepulauan Mariana, lubang ini membentang hingga kedalaman sekitar 10.927 hingga 11.035 meter. Lebih dalam dari tinggi Gunung Everest yang sok tinggi itu dengan 8.848 meter. Kalau Everest berdiri dengan sombong di langit-langit dunia, Palung Mariana berbaring di lantai basement planet ini, menatap langit dengan tatapan “aku lebih dalam dari ekspektasimu.”
Palung ini lahir dari sebuah kisah cinta yang gagal antara dua lempeng tektonik, Lempeng Pasifik dan Lempeng Filipina. Sekitar 180 juta tahun lalu, mereka bertemu, lalu bertengkar, dan akhirnya si Pasifik memilih untuk menyerah, menundukkan kepala dan menyelam ke bawah Filipina. Inilah yang disebut subduksi, proses ketika bumi mengingatkan kita bahwa perceraian bisa menghasilkan cekungan spektakuler. Bentuknya menyerupai huruf V, tapi jangan tertipu oleh kesederhanaan bentuk itu, karena di dalamnya tersembunyi dunia yang begitu ekstrem hingga membuat neraka terlihat seperti spa akhir pekan.
Penelitian pertama dilakukan pada tahun 1875 oleh kapal Angkatan Laut Britania, Challenger II, yang tidak tahu malu menamai titik terdalam itu dengan nama mereka sendiri, Challenger Deep. Sejak itu, manusia sibuk mencoba menjelajah lubang ini. Salah satu upaya paling legendaris datang dari kapal selam Trieste tahun 1960. Kapal ini membawa Letnan Don Walsh dan ilmuwan Swiss Jacques Piccard ke kedalaman 10.911 meter. Mereka selamat, meski pasti mendengar suara-suara misterius seperti “biotwang” suara aneh yang sempat dikira panggilan alien. Padahal, cuma paus Bryde yang mungkin sedang latihan vokal untuk ikut Indonesian Idol edisi laut dalam.
Tahun 2012, James Cameron, sutradara Titanic, pemilik ego sebesar Titanic, dan pencinta lobang, eh salah, lubang dalam laut, menyelam sendirian menggunakan Deepsea Challenger. Ia mencapai 10.908 meter, membawa kamera, dan membuktikan bahwa bahkan di tempat segelap itu, narsisme manusia tetap bersinar terang.
Belum puas, pada 2019 Victor Vescovo menyelam dengan kapal DSV Limiting Factor, mencapai 10.927 meter. Di sana ia menemukan spesies baru… dan tentu saja, sampah plastik. Karena tak peduli sedalam apa tempat di bumi ini, manusia akan selalu berhasil mengotori semuanya dengan kreativitas dan ketekunan tiada tara.
Tekanan di dasar Palung Mariana mencapai 1.086 bar. Ini setara dengan 8 ton menghantam setiap inci persegi. Itu seperti menaruh 50 pesawat Boeing 747 di atas tubuhmu sambil disuruh tetap senyum dan mengatakan, “Saya baik-baik saja.” Suhunya hanya beberapa derajat di atas titik beku. Tidak ada cahaya. Tidak ada sinyal Wi-Fi. Tidak ada Indomaret. Namun, hidup tetap menemukan jalan. Ada anglerfish dengan lampu di kepalanya seperti petugas PLN patroli malam. Ada dumbo octopus dengan sirip telinga besar, hidup sampai 4.000 meter, tampak seperti emoji terkejut. Ada snailfish yang tubuhnya transparan, seperti niat kamu saat mengerjakan skripsi. Hiu goblin yang mukanya… mari kita sepakat untuk tidak membahas mukanya.
Mereka semua hidup di tempat yang seharusnya mustahil untuk hidup. Mereka makan, berenang, dan mungkin bergosip tentang manusia yang selalu datang hanya untuk selfie dan buang sampah. Palung Mariana bukan sekadar lubang di laut. Ia adalah monumen absurd dari kebesaran alam yang menolak dimengerti. Sebuah pengingat bahwa planet ini punya sisi gelap, dingin, sunyi, dan penuh keajaiban biologis yang bahkan Google pun malas bahas.
Kalau suatu hari kamu merasa hidup terlalu dalam, ingatlah, Palung Mariana lebih dalam. Lebih sunyi. Lebih dingin. Tapi tetap bisa jadi rumah.
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar