Jakarta – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan permasalahan Formula E sangatlah sederhana dan tidak ada yang salah dengan penyelenggaraan even tersebut.
“Tapi setelah saya baca ini sebenarnya benar clear dan sangat sederhana sebenarnya. Sangat sederhana sekali,” ucap Hamdan dalam diskusi bertajuk ‘Perhelatan Formula E dalam Perspektif Hukum, Ekonomi dan Politik’ di Universitas Al-Azhar, Jakarta Selatan, seperti dikutip detik.com, Selasa (25/10/2022).
Menurut Hamdan jika persoalan Formula E ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara maka yang salah adalah keputusan politiknya.
Pasalnya, saat JakPro telah menandatangani dokumen pada 21 Agustus 2020, anggaran untuk perhelatan tersebut langsung ditransfer setelah disetujui oleh DPRD DKI.
Hamdan menyebut, selama proses tersebut, tidak ada yang mengalah.
“Jadi segala proses ini tidak ada yang mengalah. Jadi kan memang hari ini disahkan tidak mungkin ada karena itu dipinjam sementara dari bank yang kemudian jadi perdebatan,” jelas Hamdan.
“Itu kan proses kegiatan sudah lama. Jadi dari Juli Agustus prosesnya akan terlihat ya APBD keluar inilah commitment fee-nya. Commitment fee itu kan nggak ada masalah dan kesalahan,” sambungnya.
Selanjutnya, terkait ketersesatan anggaran juga telah diakui dan dibenarkan oleh DPRD DKI dengan menerima pertanggungjawaban gubernur. Atas hal itu, Hamdan menganggap gelaran Formula E telah dipertanggungjawabkan.
“Jadi semua telah dipertanggungjawabkan jadi sebetulnya sederhana sekali kasus ini, mau dicari-cari juga ke mana? Bagi saya, ini sangat sederhana, dilihat dari kewenangan, dilihat dari prosedur nggak ada yang salah, dilihat dari dasar hukum nggak ada yang salah,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, pakar hukum tata negara Margarito Kamis juga menilai tidak ada yang salah dalam gelaran Formula E.
Bahkan jika dikaitkan dengan tindakan pidana pun, menurutnya, tidak masuk akal.
“Kalau mau melihat peristiwa ini sebagai peristiwa pidana nggak hanya itu saja. Jujur tidak masuk akal,” ucapnya.
Masih dalam diskusi yang sama, pakar keuangan negara Soemardjijo menyebut pemeriksaan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswesan yang dilakukan KPK tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Menurut ilmu keuangan negara, penyusunan, pengelolaan, dan tanggung jawab keuangan negara itu kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Soemardjijo.
Soemardjijo menyebut pemeriksaan dapat dilakukan ketika BPK telah mengeluarkan SK kerugian negara. Namun, hasil audit menyatakan Formula E berjalan lancar.
“Aparat penegak hukum tidak boleh melampaui masuk ke sana. Artinya, penyidik tidak boleh menentukan kalau belum ada statement dari BPK,” katanya.
“Di dalam audit kinerja sudah menyatakan Formula E itu berjalan lancar,” sambungnya.
Dia menegaskan selama laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tidak menunjukkan adanya kerugian negara, aparat penegak hukum tidak dapat melakukan pemeriksaan.
“Itu adalah setelah hasil LHP mengatakan perlu pemeriksaan dengan tujuan tertentu, baru BPK mengeluarkan SK, bentuk tim. Itu baru diserahkan ke penyidik, ini silakan periksa,” katanya.
“Bukan penyidik datang membawa angka, ya nggak bisa. Dasarnya LHP, tanpa LHP, polisi, KPK tidak bisa memeriksa,” sambungnya.
(Red/Sumber)