Kolombo – Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa telah mengundurkan diri di tengah protes massa atas penanganan pemerintah terhadap krisis ekonomi yang semakin dalam.
Langkah itu dilakukan saat pulau itu diberlakukan jam malam setelah bentrokan keras antara pendukung Rajapaksa dan pengunjuk rasa anti-pemerintah di Kolombo.
Melansir BBC.com, Senin (9/5/22), lima orang tewas, termasuk seorang anggota parlemen partai yang berkuasa, dan lebih dari 190 orang terluka dalam kekerasan di ibu kota.
Disebutkan protes keras rakyat Srilangka dipicu oleh karena kenaikan harga dan pemadaman listrik sejak bulan lalu.
Disebutkan pula bahwa negara kepulauan itu menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
Di negara yang menghadapi krisis ketidakpastian ekonomi, pengunduran diri Mahinda Rajapaksa bukanlah hal yang mengejutkan.
Pada Senin malam kantor berita AFP melaporkan bahwa polisi mengeluarkan tembakkan di halaman kediaman perdana menteri guna menghentikan pengunjuk rasa yang mencoba masuk ke dalam rumah tempat Rajapaksa bersembunyi dengan beberapa loyalis.
Sebelumnya, polisi anti huru-hara dan tentara dikerahkan menyusul kekerasan di luar Kantor Perdana Menteri dan Presiden di Kolombo.
Polisi menembakkan gas air mata dan meriam air ke ratusan pendukung partai yang berkuasa setelah mereka melanggar garis polisi dan menyerang pengunjuk rasa anti-pemerintah menggunakan tongkat dan galah.
Sejak demonstrasi meletus pada awal April, pengunjuk rasa telah berkemah di luar Kantor Presiden Rajapaksa di Galle Face Green.
Para pengunjuk rasa marah karena biaya hidup menjadi tidak terjangkau.
Cadangan mata uang asing Sri Lanka hampir habis sehingga tidak mampu lagi membeli barang-barang penting termasuk makanan, obat-obatan dan bahan bakar.
Banyak ahli mengatakan pemerintah salah urus ekonomi sehingga menyebabkan negara tersebut terpuruk.
(Red/Sumber)