Jakarta – H. Eggi Sudjana, Ketua Tim Hukum Advokasi Bambang Tri Mulyono, H. Eggi Sudjana mengatakan pihaknya mencabut perkara yang telah didaftarkan kliennya di PN Jakarta Pusat terkait gugatan dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
“Bahwa kiranya dapat dipastikan banyak yang bertanya, mengapa gugatan ijazah palsu Jokowi harus dicabut? Bukankah, Penggugat Bambang Tri Mulyono meskipun ditahan Bareskrim Polri, kuasa hukum tetap bisa melanjutkan gugatan? Apalagi, ditengah besarnya harapan publik pada kasus ini,” ujar Eggi seperti dikutip faktakini.info, Kamis (27/10/22).
Kata Eggi pihaknya dapat memahami, banyaknya pertanyaan publik mengingat dimensi gugatan yang diajukan oleh kliennya bukan an sich soal kepentingan Bambang Tri Mulyono.
Namun kata dia, soal konsekwensi hukum mengenai keabsahan jabatan Presiden Joko Widodo yang artinya juga kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bila terbukti ijazahnya palsu .
“Pada saat kami menerima kuasa untuk menggugat, kami juga mempertimbangkan kepentingan seluruh rakyat Indonesia tersebut . Justru karena alasan inilah, kami bersedia menjadi kuasa hukum Bambang Tri Mulyono, penulis buku Jokowi Undercover,” ujarnya lagi.
Namun Eggi mengaku bahwa pihaknya tidak menyangka jika Bambang Tri Mulyono ditangkap oleh Bareskrim dan ditahan di rutan Bareskrim.
“Kami mendaftarkan gugatan pada tanggal 03 Oktober 2022. Tidak berselang lama, Bambang Tri ditangkap pada tanggal 13 Oktober 2022.
Mulanya kami optimis, bisa melanjutkan perkara karena semestinya penyidik menghormati Perma nomor 1 tahun 1956 yang mengamanatkan proses perdata didahulukan daripada kasus pidananya. Karena itu, kami optimis hadir pada sidang perdana pada tanggal 18 Oktober 2022,” terangnya.
“Kami juga berfikir untuk memberikan kesempatan kepada Presiden Joko Widodo untuk hadir pada sidang perdana, untuk membawa dan menunjukan ijazah aslinya. Sayangnya, kesempatan baik itu untuk mengakhiri polemik ijazah palsu ini tidak dimanfaatkan atau dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, karena sidang perdana, Presiden selaku pihak Tergugat malah tidak hadir dan juga tidak memberikan surat kuasa untuk orang yang mewakilinya di PN JAKPUS Sidang Perdana tersebut,” sambungnya.
Lebih jauh Eggi menerangkan bahwa dalam perjalanannya, kliennya dalam proses pidananya dilanjutkan dan ditahan serta tidak bisa ditangguhkan.
Status tahanan ini, menurut dia, menyulitkan bagi kliennya untuk hadir dan terutama menyiapkan bukti dan saksi-saksi di persidangan.
“Sebab, semua bahan dokumen rujukan dan pihak-pihak yang akan dijadikan saksi sangat tergantung pada klien kami. Karena alasan itulah, kami tim kuasa hukum bermusyawarah untuk kebaikan klien dalam perkara ini. Saya mengajak Adinda Ahmad Khozinudin, Yasin, Juju Purwantoro, Ricky Fattamazaya dan yang lainnya, untuk mengambil keputusan,” jelas Eggi.
Eggi juha menyebut bahwa dalam beberapa kali musyawarah, akhirnya pihaknya berkesimpulan sepakat untuk mencabut perkara demi kepentingan klien. Sebab, melanjutkan kasus tanpa kehadiran klien yang saat ini ditahan, berarti sama saja menyodorkan perkara untuk dikalahkan.
“Karena praktis, tanpa kehadiran Bambang Tri kami tidak bisa menghadirkan saksi-saksi yang harus dihadirkan di persidangan, yang keberadaan dan alamatnya harus dihubungi langsung oleh klien. Jadi, tanpa bukti dan saksi perkara dapat dipastikan akan kalah,” ulasnya.
Selanjutnya kata dia, dengan mencabut perkara -apalagi sebelum masuk pemeriksaan pokok perkara, menjadikan status gugatan dianggap tidak ada, nomor perkara dicoret dari register perkara, dan tidak perlu persetujuan Tergugat. Skor perkara menjadi seri, 0-0.
“Suatu saat, ketika Bambang Tri sudah keluar dari tahanan, kasus dapat didaftarkan kembali. Jadi, hak hukum klien untuk dapat menggugat kembali tidak hilang (hapus).
Berbeda dengan kondisi memaksakan meneruskan perkara, masuk kedalam pokok perkara dan kalah, maka klien tidak dapat menggugat kembali. Pilihan ini jelas akan sangat merugikan klien kami,” terang Eggi.
Selain itu kata Eggi, pihaknya dapat berkonsentrasi pada kasus pidana yang dialami kliennya.
“Dalam kasus ini, klien kami ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan ketentuan Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, pasal 156a huruf a KUHP dan/atau pasal 14 ayat (10 dan ayat (2) UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana dan/atau pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana. Belum lagi, kami juga harus membela Gus Nur dalam kasus yang sama. Gus Nur juga ditetapkan menjadi Tersangka berdasarkan ketentuan Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, pasal 156a huruf a KUHP dan/atau pasal 14 ayat (10 dan ayat (2) UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana dan/atau pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana,” beber Eggi
“Jadi sekali lagi, kami sampaikan kepada segenap rakyat Indonesia yang tentunya juga ingin kepastian hukum pada kasus ini. Kami harus bertindak demi kepentingan hukum klien kami, dan kami berpandangan saat ini pilihan mencabut perkara adalah pilihan terbaik bagi klien. Perkara kami cabut dengan mengirim surat ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada tanggal 27 Oktober 2022,” sebutnya.
Eggi juga mengatakan bahwa sebenarnya, jika MPR /DPR RI mempunyai rasa tanggung jawab struktural yang jujur benar dan adil sesuai tupoksi DPR RI yaitu mengawasi jalannya pemerintahan membuat Legislasi dan mengatur budgeting serta mempunyai kerisauan atas masalah keabsahan jabatan Presiden Joko Widodo, tentunya DPR RI dapat menempuh upaya politik untuk memberikan jawaban kepastian pada segenap rakyat.
DPR dapat mengajukan hak interpelasi, hak angket, hingga hak menyatakan pendapat pada kasus ijazah palsu ini. Semua berpulang kepada DPR, apakah akan mewakili kehendak rakyat untuk mendapat kepastian akan ijazah Presiden, atau mengabaikan kasus ini sehingga menjadi noda hitam sejarah yang diwariskan pada generasi selanjutnya.
Kata dia, DPR melalui kewenangannya dapat ‘memanggil paksa’ Presiden Joko Widodo, untuk hadir dan menjelaskan ihwal ijazah yang dimilikinya.
DPR juga sebut Eggi dapat meminta Presiden untuk menunjukan ijazah aslinya (jika ada).
“Masalahnya bagaimana bila Ijasah Aslinya tidak ada ? sehingga polemik mengenai ijazah palsu ini bisa segera diakhiri dengan damai,” pungkasnya.
(Red/Sumber)