Jakarta – Menurut laporan Indeks Risiko Penangkapan IUUF 2023 oleh Global Initiative dan Poseidon, Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan kinerja terburuk dalam memerangi illegal unreported unregulated fishing (IUUF).
Pengamat Ekonomi Kelautan dan Perikanan Suhana menyampaikan, inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam menindak IUUF di perairan Indonesia menjadi penyebab utama Indonesia masuk dalam daftar ini.
“Bahkan, untuk beberapa kasus kebijakan pemerintah cenderung ‘menyerah’ terhadap praktik IUUF,” kata Suhana seperti dikutip Bisnis, Selasa (30/1/24).
Dalam hal penindakan penyelundupan benih lobster misalnya, Suhana mengatakan, pemerintah terkesan berupaya melegalkan ekspor benih lobster, alih-alih menindak para pelaku penyelundupan.
Aturan-aturan ekspor benih lobster bahkan terus disiasati agar dapat kembali dilegalkan.
Inkonsistensi juga terlihat dari kembali beroprasinya kapal-kapal eks asing. Dia mengungkapkan, ada perusahaan perikanan yang telah dicabut izinnya karena melakukan IUUF dan pelanggaran HAM, kini kembali diberikan izin dengan nama baru.
Demikian halnya dengan perubahan pendekatan dalam penindakan IUUF. Pasca-diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja, Suhana menyebut, pendekatan yang dilakukan pemerintah adalah pendekatan denda administratif sehingga tidak memberikan efek jera terhadap para pelaku IUUF.
Guna meningkatkan kinerja Indonesia dalam memerangi IUUF, Suhana menilai konsistensi kebijakan pemerintah dalam menindak IUUF menjadi kunci. Selain itu, perlu adanya dukungan kebijakan dan anggaran pemerintah daerah dalam menangani IUUF.
Adapun, Indonesia berada pada peringkat keenam sebagai negara dengan kinerja terburuk dalam memerangi IUUF pada 2023.
Dengan skor 2,89, Indonesia berada di atas Taiwan, Komoro Selatan, Korea, dan Ukraina. Sementara itu, posisi pertama ditempati China dengan skor 3,69, diikuti Rusia, Yaman, India, dan Iran.
(Red/Sumber)