HET MIGOR DICABUT, RAHMAT GOBEL IBARATKAN RAKYAT DIADU DENGAN PENGUSAHA RAKSASA

Jakarta – Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel mengatakan Negara telah kalah melindungi rakyatnya akibat kelangkaan minyak goreng.

Kata dia, kekalahan tersebut ditandai dengan adanya pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi yang tidak bisa mengendalikan banyaknya penyimpangan yang terjadi di lapangan.

Akibatnya masyarakat harus berebut dan bahkan antrean berjam-jam untuk sekedar mendapatkan minyak goreng subsidi yang dijual melalui minimarket dan supermarket.

Tidak jarang akibat antrean lama tersebut ada warga yang harus meregang nyawa karena sesak napas.

Ironisnya, kelangkaan minyak itu, oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) dijadikan alasan bahwasanya terjadi penimbunan minyak goreng di dapur.

Pemerintah kemudian mencabut ketentuan HET dan menyerahkan harga minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar.

Minyak goreng curah dijual dengan HET baru sebesar Rp14.000 per liter.

Pencabutan HET ini memicu melimpahnya minyak goreng di minimarket dan supermarket dengan kisaran harga Rp22.000 – 24.000 per liter.

“Ini menunjukkan negara kalah dan didikte oleh situasi,” ujar Gobel, dilansir detik pada Jum’at (18/3/22).

Semestinya menurut Gobel, sebagai penghasil CPO dan minyak goreng terbesar di dunia, Indonesia tidak bermasalah dengan produksi.

Hal yang jadi masalah adalah meningkatnya permintaan dunia sehingga harga naik.

Dengan kenaikan tersebut, kata Gobel, para pengusaha lebih memilih menjual produksinya ke luar negeri dengan harga lebih mahal daripada menjual ke dalam negeri dengan harga yang diatur pemerintah.

“Ini yang menjadi penyebab kelangkaan. Jadi bukan ditimbun ibu-ibu seperti pernyataan pejabat Kemendag yang asbun itu. Terbukti setelah batasan harga dihapus, minyak goreng berlimpah lagi,” tutur Mantan Menteri Perdagangan itu.

Sebelum ada gejolak harga, minyak goreng kemasan di tingkat konsumen dijual di harga sekitar Rp9.000 per liter. Kini, harganya berkisar Rp22.000- 24.000 per liter.

“Hampir tiga kali lipat kenaikannya. Ini keuntungan yang berlimpah dan berlebihan,” ucap politisi partai Nasdem.

Gobel mengatakan, Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum.

Saat ini, di masa pandemi, masyarakat sedang menderita. Data-data statistik menunjukkan angka kemiskinan meningkat, pengangguran bertambah, dan kesenjangan kaya-miskin melebar.

“Dengan melejitnya harga minyak goreng berarti seperti jatuh tertimpa tangga pula. Secara sosial-ekonomi ini juga berarti tersedotnya uang dari bawah ke atas. Ini akan sangat membahayakan bagi ketahanan nasional,” katanya.

Lebih lanjut Gobel menyatakan, produsen harus diajak untuk bertanggung jawab terhadap ketersediaan barang di pasar dan juga dalam menentukan harga.

Dia juga mengingatkan bahwa minyak goreng termasuk ke dalam barang strategis, bukan seperti barang-barang kebutuhan sekunder maupun tersier seperti kendaraan dan elektronika.

Sehingga, industri pangan bahan pokok bukan sekadar dilihat dari sisi investasi tapi bagian dari partisipasi dalam pembangunan. Jadi harga bahan pokok, termasuk minyak goreng, jangan dilepas ke pasar,” tegasnya.

Gobel mengatakan, negara harus berpihak ke rakyat dan melindungi rakyat. Negara juga harus mencegah pemiskinan dan memakmurkan warganya.

Lebih lanjut, Gobel menyatakan, masalah harga minyak goreng ini hanya butuh keberanian, ketegasan, kepemimpinan, kemampuan manajerial dan pendekatan kemanusiaan pemerintah terhadap produsen minyak goreng dan produsen minyak sawit mentah (CPO).

“Tugas pemerintah mengatur dan bertindak di lapangan, bukan cuma ngomong dan mondar-mandir. Jangan jadi macan kertas dan jangan menjadi macan ompong,” sindirnya.

Dia menambahkan, pencabutan HET minyak goreng kemasan dan menaikkan HET minyak goreng curah sama saja membiarkan masyarakat kecil didorong bertarung melawan raksasa pengusaha.

(Red/Sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *