Jakarta – Indonesia disebut berhasil menghemat devisa negara sebesar US$ 7,9 miliar atau lebih dari Rp 128 triliun berkat penggunaan bahan bakar biodiesel.
Penghematan devisa ini berasal dari penggunaan biodiesel sebanyak 12 juta kiloliter.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Eniya Listiani Dewi mengungkapkan bahwa produk Crude Palm Oil merupakan penghasil devisa tertinggi, dan pemanfaatan sawit untuk energi menjadi isu terbesar.
“Kita harapkan di tahun mendatang ini akan ada manfaat (CPO) yang lebih, volume yang bertambah yang makin banyak digunakan, penghematan devisa negara,” ujar Eniya seperti dilansir CNBCIndonesia, Kamis (6/6/24).
Di samping itu, kata dia, biodiesel turut memberikan nilai tambah bagi produk CPO sebesar RP 15,85 triliun. Untuk itu, Eniya menegaskan pemanfaatan CPO untuk biodiesel memerlukan pasar yang masif. Sedangkan dalam porsinya, pemanfaatan biodiesel juga perlu dijaga sehingga tidak bertentangan dengan minyak untuk konsumsi dan kimia.
“Dan kalau kita melihat porsinya, pemanfaatan biodiesel ini juga dijaga. Jadi tidak bertentangan dengan bagian dari oil untuk pangan, juga oil chemical, dan untuk bisa mengurangi porsi ekspor,” papar dia.
Sebelumnya Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) juga menyebut program biodiesel yang digulirkan pemerintah sejak 2006 silam berhasil memberikan dampak positif secara jangka panjang, seperti penghematan devisa sampai dengan menjaga harga sawit di hulu. Di mana Aprobi mencatat program Biodiesel berhasil mengurangi nilai impor solar berbasis minyak bumi yang cukup besar, yakni hingga US$ 11 miliar atau setara Rp173 triliun.
Angka itu setiap tahunnya mengalami kenaikan yang signifikan, di mana pengurangan impor solar tahun 2018 sebesar US$ 1,95 miliar, tahun 2019 sebesar US$ 3,34 miliar, tahun 2020 sebesar US$ 2,7 miliar, tahun 2021 sebesar US$ 4,8 miliar, dan tahun 2022 sebesar US$ 9 miliar.
(Red/Sumber)