Jakarta – Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Dwiyana Slamet Riyadi, mengatakan bahwa negosiasi mengenai perhitungan biaya bengkak atau cost overrun Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) belum selesai.
Kata dia, saat ini pemerintah Indonesia dan China masih dalam tahap negosiasi untuk menentukan angka pasti biaya bengkak Proyek Strategis Nasional (PSN).
“(Cost overrun) dalam proses negosiasi ya. Artinya diskusi terus dilakukan. Semua masih dalam timeline pemenuhan pendanaan cost overrun. Komitmen pemerintah Indonesia dan China sama yaitu untuk segera bisa mendapatkan pendanaan cost overrun agar bisa segera berprogres,” kata Dwiyana di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, seperti dikutip Bisnis, Rabu (9/11/22).
Adapun, hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kedua per 15 September 2022 telah menemukan bahwa cost overrun proyek KCJB mencapai US$1,449 miliar atau sekitar Rp21,4 triliun.
Hasil review tersebut juga telah dibahas dalam rapat dengan Komite Kereta Cepat, yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.
“BPKP mewakili pihak Pemerintah RI, sementara itu pemerintah China diwakili NDRC, dia menunjuk konsultan namanya CICC. Mereka sudah sampaikan hasil perhitungan mereka sekitar US$980-an [juta]. Ada perbedaan karena beda cara melakukan review, beda metode dan beda asumsi,” lanjut Dwiyana.
Selanjutnya, hasil temuan cost overrun itu menjadi landasan dalam pengajuan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) di tahun anggaran 2022, senilai Rp3,2 triliun untuk setoran modal ekuitas KCIC. PMN itu rencananya diberikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sebagai pimpinan konsorsium BUMN Indonesia.
Setoran modal dari PMN itu akan memenuhi proporsi kewajiban permodalan Indonesia pada KCIC sebesar 60 persen, sedangkan China memiliki kewajiban 40 persen. Secara total, pendanaan dari ekuitas KCIC memiliki bobot sebesar 25 persen.
Sisanya, atau sebesar 75 persen akan diajukan pinjaman kepada China Development Bank atau setara dengan Rp16 triliun dari total cost overrun (versi BPKP).
Menurut Dwiyana, negosiasi yang masih berlangsung disebabkan oleh perbedaan asumsi perhitungan biaya bengkak proyek. Misalnya, terkait dengan penyediaan sistem persinyalan kereta GSM-R yang gratis di China, tapi harus berbayar di Indonesia kepada Telkomsel.
“Pemerintah [Indonesia] sudah menyampaikan ke pemerintah China dalam pembahasan terakhir bahwa itu yang terjadi di indonesia. Bahwa pada praktiknya di Indonesia sejak 1990-an frekuensi GSM-R sudah dipakai industri telekomunikasi,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, berharap agar PMN Rp3,2 triliun untuk KAI segera dicairkan sebelum Desember 2022.
Didiek menyampaikan bahwa tambahan PMN tersebut bisa menjamin kesinambungan dan keberlanjutan proyek Kereta Cepat untuk bisa mulai beroperasi pada Juni 2023.
“Kalau PMN ini diberikan maksimal Desember (2022), maka kami bisa yakinkan tidak ada penambahan cost overrun lagi. Proyek akan selesai pertengahan 2023,” ujarnya.
(Red/Sumber)